Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perdagangan tetap bersikukuh bahwa prediksi defisit neraca perdagangan Indonesia tidak akan lebih dari US$5 miliar pada akhir tahun.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan pihaknya optimistis terhadap beberapa kerja sama internasional yang bisa dioptimalkan untuk mengkompensasi postur impor. Bahkan, bila impor migas bisa dikurangi dari penggunaan bahan bakar nabati.
“Kalau impor migas tidak mengalami lonjakan besar, defisit US$5 miliar bisa terjaga. Namun, kalau impor migas bisa dikendalikan, balance [neraca perdagangan] mungkin bisa terjadi,” kata Bayu di kantornya, Selasa (3/9/2013).
Dia menambahkan dasar optimisme ini berdasarkan potensi penghematan impor migas dari penggunaan biofuel yang mencapai US$2,8miliar-US$3 miliar setahun atau US$1,2 miliar hingga akhir tahun ini.
Kemudian, lanjutnya, kerja sama Preferential Trade Agreement (PTA) dengan Pakistan bisa menambah nilai ekspor hingga US$200 juta. Adapun, pengakuan Uni Eropa terhadap sistem legalitas kayu ekspor juga berpotensi menambah US$200 juta dari kayu dan produk kayu.
Nilai tambah yang didapatkan dari ekspor timah dengan menggunakan sistem perdagangan bursa berjangka diharapkan bisa menyumbang hingga US$1,2 miliar.
Bayu mengungkapkan untuk meningkatkan nilai ekspor pihaknya akan menempuh dua langkah. Pertama, pihaknya akan mempromosikan produk Indonesia ke beberapa negara non tradisional. Kementerian akan mempromosikan produk ekspor secara detil tiap komoditas.
Salah satu contohnya, Bayu akan melakukan misi dagang ke Negara Samba dan Peru pada 9-13 September 2013. Salah satu agenda dalam kunjungannya tersebut agar pemerintah negara setempat bisa menerima produk olahraga khususnya bola sepak buatan Indonesia.
“Mudah-mudahan berbagai negosiasi kerja sama yang sedang dilakukan bisa terwujud. Namun, implementasinya akan terus kami kawal, tidak hanya sekadar tanda tangan dan selesai,” ujar Bayu.
Kedua, kementerian akan melakukan pengendalian impor khususnya bagi produk non-produktif dan non-kebutuhan pokok. Impor produk produktif seperti alat dan mesin-mesin serta bahan baku akan tetap dilakukan untuk menunjang industrialisasi dalam negeri.
Selain itu, imbuhnya, impor produk kebutuhan pokok seperti produk sapi, kedelai, dan hortikultura tidak bisa dihindari karena kebutuhan masyarakat terus mengalami kenaikan dan diversivikasi jenis dan kualitas. Otoritas perdagangan harus memberikan respon kebutuhan domestik.
Menurutnya, pembangunan produksi dalam negeri menjadi fokus utama karena harga di pasar internasional mudah berfluktuasi. Pemenuhan kebutuhan harus diusahakan dari hasil produk dalam negeri bukan menutup impor.