Bisnis.com, JAKARTA — Alokasi subdisi non-energi dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2014 sebesar Rp51,58 triliun dinilai belum cukup untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia, meski naik 6,8% dari APBNP 2013.
Lana Soelistianingsih, Kepala Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan tidak sepakat dengan pemerintah, terkait komposisi subsidi dalam RAPBN 2014. Menurutnya, faktor pangan menjadi semakin penting, karena menjadi sumber dari kenaikan inflasi.
“Pemerintah belum melihat urgensi dari ketahanan pangan. Saat ini, komposisi ini mirip dengan komposisi APBN pada tahun sebelumya. Di mana alokasi dana subdisi bahan bakar paling besar ,” tuturnya saat dihubungi Selasa (20/08/2013).
Menurutnya, jika harga pangan dapat dikendalikan oleh pemerintah, tingkat inflasi cenderung bakal lebih stabil, sehingga, apabila ada kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dampak terhadap harga pangan tidak akan sebesar seperti yang terjadi pada pertengahan tahun ini.
Dalam RAPBN 2014, subsidi non-energi naik 6,83% menjadi Rp51,6 triliun, dari alokasi anggaran subsidi non-energi dalam APBNP 2013 sebesar Rp48,3 triliun. Kendati demikian, subsidi pangan RAPBN 2014 justru turun 12,42%, menjadi Rp18,82 triliun.