Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) mengingatkan para pemudik lebih mewaspadai pelanggaran tarif bus dalam menghadapi lebaran tahun ini.
Tulus Abadi, Anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta, mengatakan pelanggaran tarif bus kerap terjadi karena meningkatnya permintaan moda transportasi ini di masa Lebaran.
Dia mengungkapkan bus ekonomi kerapkali mengenakan besaran tarif yang lebih tinggi dari batas atas yang telah ditetapkan Kementerian Perhubungan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. PM.64/2013, tarif batas atas untuk wilayah Sumatera, Jawa, bali, dan Nusa Tenggara sebesar Rp161 per penumpang per kilometer, sedangkan tarif batas bawah ditetapkan sebesar Rp99 per penumpang per kilometer.
“Saat lebaran, semua bus ekonomi menggunakan tarif batas atas karena demand tinggi, tetapi di lapangan masih saja sering minta tambahan tarif,” ujarnya dalam acara bertema Mewujudkan Transportasi Mudik Lebaran yang Manusiawi, Rabu (31/7/2013).
Dia mengatakan supir dan kondektur bus ekonomi seringkali beralasan pengenaan tarif tambahan ini sebagai ‘tunjangan hari raya (THR)’ bagi mereka di masa lebaran.
Sayangnya, penentuan batas tarif hanya berlaku bagi bus ekonomi. Tulus berpendapat pelanggaran tarif juga banyak terjadi pada bus non ekonomi di mana pengenaan tarif yang besar tidak sesuai dengan standar pelayanannya.
Lebih lanjut, Tulus memberikan beberapa saran bagi para pemudik untuk menghindari pemberian tarif yang tidak wajar. “Kalau tarifnya ditulis dengan pulpen, bukan menggunakan cap, penumpang bisa tegur dengan keras. Nanti operatornya diberi sanksi,” katanya.
Selain itu, dia juga menyarankan agar pemudik menyimpan tiket perjalanan mereka sebagai bukti pelanggaran yang dilakukan oleh operator.
Tidak hanya pelanggaran di sisi tarif, Tulus juga menyoroti perilaku sopir bus yang sering menurunkan penumpang sebelum sampai tujuan, dengan kata lain menelantarkan penumpang.
Kepala Seksi Angkutan Orang Dalam Trayek Dinas Perhubungan DKI Jakarta Baihaqi mengatakan pihaknya akan melakukan pemantauan tarif dan pelayanan bus antar kota antar provinsi (AKAP) di terminal-terminal yang menjadi titik arus keberangkatan mudik Lebaran.
“Kami mengumpulkan data pelanggaran dari H-7 sampai H+7, tetapi Dishub DKI hanya melakukan pengawasan. Pengenaan sanksi akan diberikan oleh Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub,” ujarnya.
Dia menjelaskan operator yang melakukan pelanggaran tarif akan dikenakan sanksi berupa peringatan hingga pembekuan izin trayek selama 8 pekan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan hingga 8 bulan.
Adapun, operator yang melakukan penelantaran penumpang akan dikenakan sanksi berupa pembekuan izin trayek selama 12 pekan hingga 17 pekan dan pelarangan pengembangan usaha angkutan selama 12 bulan sampai 24 bulan.
Data Dishub DKI Jakarta menunjukkan pada tahun lalu telah terjadi 33 kasus pelanggaran tarif dan pelayanan oleh operator bus AKAP selama masa Lebaran.