Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dewan Sawit Indonesia: 60% Pabrik Terapkan CDM pada 2020

Bisnis.com, JAKARTA--Dewan Minyak Sawit Indonesia menargetkan pada 2020 sebanyak 60% dari 620 pabrik minyak sawit menerapkan clean development mechanism (CDM) guna mereduksi emisi karbon dari industri sawit nasional.Derom Bangun, Ketua Dewan Minyak Sawit

Bisnis.com, JAKARTA--Dewan Minyak Sawit Indonesia menargetkan pada 2020 sebanyak 60% dari 620 pabrik minyak sawit menerapkan clean development mechanism (CDM) guna mereduksi emisi karbon dari industri sawit nasional.

Derom Bangun, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), mengungkapkan industri minyak sawit dituding tidak ramah lingkungan karena menghasilkan emisi karbon dari gas metana limbah cair sawit. Gas metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang nilai karbonnya mencapai 23 kali lebih tinggi dari CO2.

"Di industri sawit sekarang ada CDM. Jadi gas metana ditangkap (methane capture) untuk diolah menjadi bahan bakar pembangkit listrik," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/7).

Dengan menerapkan CDM, gas metana dapat diolah untuk menghasilkan 1,3 megawatt listrik. Selain menekan emisi di industri sawit, listrik dari gas metana juga dapat dijual kepada PLN.
 
"PLN sudah mau beli dengan harga yang lumayan, tetapi PLN baru bersedia menyediakan sedikit kabel transmisi, padahal lokasi pabrik jauh di pedalaman," kata Derom.

Selain menghasilkan listrik, upaya penurunan emisi karbon melalui penerapan CDM juga dapat ditransaksikan senilai US$10/ton setara CO2 ke negara-negara yang menandatangani protokol Kyoto, seperti Jepang, Kanada, dan Uni Eropa.

Namun, saat ini baru sekitar 10% pabrik pengolahan minyak sawit yang sudah menerapkan prinsip CBM. Untuk itu, DMSI terus mendorong industri menerapkan prinsip tersebut.
 
"Sudah lebih 10% ini akan bertambah lagi. Kita harapkan, pada 2020, 60% dari pabrik 620 sudah menerapkan CDM," ujarnya.

Derom mengakui dibutuhkan investasi yang cukup besar untuk menerapkan CDM di industri kelapa sawit. Untuk itu, DMSI meminta dukungan pemerintah berupa insentif keringanan pajak maupun harga beli listrik yang lebih baik.
 
"Kami Dewan Sawit minta pemerintah berikan insentif. Saya usulkan untuk diberikan intensif pajak atau harga listrik yang lebih baik supaya perusahaan-perusahaan lebih tertarik untuk membuatnya," katanya.

Derom menambahkan upaya tersebut merupakan citra positif bagi industri sawit RI di mata Environmental Protection Agency Amerika Serikat.

"Jadi ini merupakan suatu sarana buat kita untuk menunjukkan kepada AS, terutama EPA bahwa di industri sawit kita tengah terjadi perubahan-perubahan untuk mengurangi emisi," ujar Derom.

Menurutnya, tingginya emisi karbon dari gas metana merupakan penyebab utama mengapa biofuel yang bersumber dari minyak sawit RI dianggap kurang ramah lingkungan untuk dijadikan sebagai renewable fuel di AS.

Perkebunan sawit di Indonesia diproyeksi hanya mereduksi karbon sebesar 17%, sedangkan syarat yang ditetapkan EPA adalah sebesar 20%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewi Andriani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper