Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia selayaknya bisa mengikuti jejak negara-negara yang mampu menjadikan koperasi sebagai kekuatan utama ekonominya untuk menguasai pasar maupun saham pada perusahaan dengan omzet besar.
Erwin Pohe, pemerhati koperasi Indonesia, mengatakan negara yang mampu menjadikan koperasi sebagai pemegang peran utama dalam bisnisnya justru dari negara-negara kapitalis serta yang menganut sistem perekonomian liberal.
”Indonesia yang menganut sistem demokratis selayaknya bisa lebih mapan. Apalagi negara kita menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental dengan mengedepankan prinsip kebersamaan atau gotong royong,” katanya kepada Bisnis, Jumat (19/7/2013).
Di India, katanya, ada koperasi petani tebu rakyat yang memiliki saham pada perusahaan pabrik gula skala besar. Negara adi kuasa seperti Amerika Serikat bahkan tercatat sekitar 25% penduduknya terdaftar sebagai anggota koperasi.
Singapura sebagai salah satu negara tetangga Indonesia juga menguasai alur distribusi produk ritel hingga 60%. Omzet koperasi ritel negeri itu bahkan melebihi US$200 miliar, atau hampir mencapai dua kali lipat dari APBN Indonesia.
Yang menarik dari eksistensi koperasi di Singapura, katanya, posisi gerakan koperasi disejajarkan dengan perusahaan swasta. Artinya, koperasi diposisikan sebagai salah satu bentuk bisnis, meski tidak ada kementerian yang membidangi koperasi.
”Salah satu faktor dari kurang berkembangnya koperasi di Indonesia, karena lemahnya sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola koperasi menjadi koperasi modern. Faktor lainnya, Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) belum berperan maksimal menjalankan fungsinya.”
Meski demikian dia tidak memungkiri ada satu hingga dua koperasi berbasis simpan pinjam berhasil. Misalnya Koperasi Simpan Dan Jasa (Kospin Jasa) Pekalongan. Di luar induk koperasi kredit (Inkopdit), Kospin Jasa merupakan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) terbesar di Indonesia.
”Ini membuktikan koperasi Indonesia sebenarnya tidak semua buruk. Namun, paradigma masyarakat terhadap koperasi harus dibentuk dan dibangun kembali. Seyogyanya koperasi bukan hanya diperuntukkan untuk masyarakat menengah ke bawah."
”Keinginan pemerintah melalui Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mengharapkan konglomerat Indonesia bisa lahir dari gerakan koperasi, harus segera diwujudkan. Wirausaha koperasi memang dituntut menemukan peluang untuk menjadikan koperasi sebagai badan usaha yang bisa sejajar berdiri dengan BUMN,” ungkap Erwin Pohe.