Bisnis.com, JAKARTA - Pasar properti di Indonesia dalam beberapa tahun mendatang masih relatif aman dan jauh dari potensi bubble.
Todd Lauchlan, Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia, mengatakan situasi pasar properti saat ini masih jauh berbeda dengan kondisi pada 1990-an atau menjelang 1997.
Saat itu gejolak pasar keuangan dan valas menjadi pemicu krisis yang melebar di sektor perbankan hingga kredit properti yang macet.
"Kemungkinan terjadi hal seperti itu masih sangat kecil, karena pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 6% dan didukung stabilitas indikator makro ekonomi membantu perkembangan pasar properti berada dalam level yang positif," katanya dalam media briefing di Jakarta, Rabu (17/7/2013).
Kepala Riset Jones Lang LaSalle Anton Sitorus menjelaskan jauh dari potensi bubble juga bisa dilihat dari rasio kredit properti terhadap PDB (produk domestik bruto), di mana Indonesia masih jauh lebih rendah dibanding negara-negara lain.
Rasio kredit properti dengan PDB Malaysia (31%), Singapore (36%), Hong Kong (42%), dan Amerika Serikat (22%). Sementara, Indonesia pada 1997 rasionya 11% dan pada 2012 yakni 4,5%.
"Sedangkan rasio kredit properti terhadap kredit nasional pun masih relatif rendah yakni 13,6% pada 2012. Dibandingkan Indonesia pada 1995 rasionya 20%, lalu pada 1997 rasionya menjadi 17%," jelasnya.
Anton menerangkan kondisi kinerja pasar properti yang dipantau sepanjang kuartal II/2013 di Jakarta pun diwarnai oleh kenaikan permintaan dan harga di semua sektor, dari residensial hingga perkantoran.
Pada sektor residensial kondominium (strata-tittle) terjadi pergerakan yang positif, dimana penjualan kondominium pada kuartal II/2013 ini mencapai 4.280 unit dan hampir sama dengan kuartal sebelumya atau terdapat penjualan lebih dari 8.000 unit selama semester I/2013. (c51)