Bisnis.com, JAKARTA—Operator angkutan barang dan peti kemas dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok mengaku tekor rata-rata Rp9 milliar setiap hari karena anjloknya ritase angkut hingga 50%.
Anjloknya ritase angkut itu lebih diakibatkan oleh kemacetan parah yang terjadi di pelabuhan Tanjung Priok sejak akhir pekan lalu hingga hari ini.
Ketua Angkutan Khusus Pelabuhan Organda DKI Jakarta Gemilang Tarigan mengatakan kemacetan parah di pelabuhan Priok terjadi sejak akhir pekan lalu.
“Sejak Sabtu pekan lalu, bukan hanya di luar atau akses jalan tetapi di dalam pelabuhan juga mampet,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (16/7/2013).
Saat ini, jelasnya, terjadi volume peningkatan arus barang ekspor-impor maupun antarpulau melalui pelabuhan Priok. Di sisi lain, peralatan bongkar muat di pelabuhan itu masih sangat minim atau tidak seimbang dengan volume barang yang ditangani.
“Pelindo cabang Priok jangan cuma memikirkan mencari keuntungan dari jasa bongkar muat, tetapi seharusnya juga berkontribusi pada kelancaran keluar masuk barang,” ujarnya.
Menurut Gemilang, akhir pekan lalu, truk barang dan peti kemas tidak bergerak selama 6 jam lebih. “Truk tidak bergerak dari semua arah. Semua kendaraan sudah mematikan mesin, bahkan supir-supir sempat ketiduran. Jalan macet kesemua penjuru,” tuturnya.
Dia mengatakan Terminal 3 dermaga konvensional Priok menjadi biang keladi kemacetan karena truk yang masuk ke pelabuhan harus melalui sebuah timbangan. Di sisi lain, timbangan hanya satu unit untuk barang ekspor dan satu unit untuk barang impor.
Data Pelindo II menyebutkan arus peti kemas pelabuhan Tanjung Priok selama tahun 2013 (s/d 11 Juli) mencapai 3.298.642 twenty foot equivalent units (TEUs) atau setara 2.470.179 bok.
Peti kemas tersebut berasal dari Jakarta International Container Terminal (JICT) sebanyak 1.290.721 TEUs (872.393 bok), TPK Koja 448.666 TEUs (288.614 bok), dan melalui terminal konvensional/multipurpose sebanyak 1.559.256 (1.309.172 bok).