BISNIS.COM, JAKARTA—Instansi Bea dan Cukai memberi andil besar atas peningkatan lamanya waktu tinggal kontainer atau dwelling time terhadap peti kemas impor kategori jalur merah, selebihnya di sebabkan keterbatasan infrastruktur di terminal peti kemas asal dan lokasi Tempat Penimbunan Sementara (TPS) behandle di pelabuhan Tanjung Priok serta prilaku importir yang sengaja menumpuk kargonya di lini 1.
Perkembangan Dwelling Time Jalur Merah di Priok Mei-Juni 2013
Proses | Mei | Juni |
Surat Pemberitahuan Jalur Merah | 6 hari | 2 hari |
Pemeriksaaan fisik | 4 hari | 5 hari |
Menuggu penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang | 4 hari | 3 hari |
Total | 14 hari | 10 hari |
Sumber: kompilasi dari survei di JICT
Data yang di peroleh Bisnis hari ini, Kamis (4/7/2013), menyebutkan andil Bea dan Cukai dalam rangkaian dwelling time peti kemas impor jalur merah di pelabuhan Tanjung priok, memiliki porsi yang cukup besar yakni mulai dari penerbitan surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) yang diajukan oleh importir, kegiatan pemeriksaan fisik peti kemas (behandle) hingga penerbitan surat perintah pengeluaran barang (SPPB).
Pada Mei 2013, rata-rata proses SPJM hingga BAT terhadap peti kemas impor jalur merah di JICT (Jakarta International Container Terminal) mencapai 6 hari, kemudian turun menjadi rata-rata 2 hari pada Juni.
Selanjutnya, sejak peti kemas masuk ke lokasi behandle hingga dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai rata-rata memakan waktu 4 hari (Mei) tetapi melonjak menjadi 5 hari pada Juni.
Kemudian, setelah di-behandle dan menunggu terbitnya SPPB rata-rata memakan waktu 4 hari (Mei) dan turun menjadi 3 hari pada Juni.
Adapun lamanya peti kemas yang sudah mengantongi SPPB tetapi tidak langsung diambil pemiliknya rata-rata bisa mencapai 2-3 hari.
Kondisi tersebut tidak jauh berbeda yang dialami peti kemas impor jalur merah dari TPK Koja, bahkan proses behandle oleh petugas Bea dan Cukai di lokasi behandle bisa mencapai rata-rata lima hari (Mei) dan melonjak jadi enam hari pada Juni.