BISNIS.COM, JAKARTA—Industri perhotelan akan menerapkan tarif penuh saat periode high season yakni pada Juni-Juli.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Wiryanti Sukamdani mengatakan hotel akan mengurangi diskon dan promo atau mengenakan tarif penuh kepada pengunjung. Tingginya tingkat hunian kamar menjadi faktor pendorong.
“Saat high season, diskon hotel akan dikurangi. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan mengenakan tarif penuh, tetapi ini bukan karena penaikan harga BBM bersubsidi,” kata Wiryanti kepada Bisnis, Selasa (2/7/2013).
Dia menambahan dampak penaikan harga BBM terhadap tarif hotel belum terlihat karena masih dipengaruhi oleh tingginya okupansi. Meskipun sudah menggunakan BBM nonsubsidi, tarif hotel bisa dipenaruhi oleh kenaikan harga pangan.
Menurut Wiryanti penurunan okupansi akan mulai terjadi pada bulan puasa. Saat itu, hotel tidak akan menurunkan tarif terlalu rendah untuk mengkompensasi harga bahan pangan.
Solusi lain, sambungnya, industri perhotelan akan menerapkan penghematan energi dengan cara menutup beberapa kamar dan menggunakan lampu hemat energi saat beban puncak. Selain itu, pihaknya akan menggunakan berbagai energi alternatif untuk memasak.
Yanti, sapaan akrabnya, juga akan mengusulkan pengurangan pajak hotel dari semula 10% menjadi hanya 5%. Langkah ini ditempuh karena industri perhotelan tidak bisa meningkatkan tarif hotel disaat okupansi menurun.
Dia memprediksi tingkat okupansi hotel di beberapa kota besar rata-rata menjadi 50%-55%. Namun, penurunan tingkat okupansi ini tidak akan terjadi pada Bali mengingat ada beberapa penyelenggaraan kegiatan internasional seperti KTT APEC.
Tingkat okupansi di kota besar, lanjutnya, sangat dipengaruhi oleh kegiatan meeting, incentives, convention, and exhibition (MICE). Jadi, rendahnya kegiatan MICE yang diselenggarakan saat puasa turut mempengaruhi okupansi hotel.
“Namun, saya memprediksi mulai awal September, okupansi akan kembali stabil. Lebih tepatnya setelah Lebaran,” pungkasnya.