BISNIS.COM, JAKARTA–Di antara banyak negara penghasil teh dunia, Sri Langka adalah jawaranya. Penguasaan pangsa ekspor negara di Asia Selatan ini memang masih di bawah Kenya, tetapi tidak dalam hal mutu dan harga.
Setidaknya dalam 2 tahun terakhir, harga lelang teh Sri Langka yang lebih dikenal dengan sebuat Ceylon itu selalu lebih tinggi dibandingkan dengan harga teh yang terbentuk di pasar lelang India, Bangladesh, Kenya, Malawi, atau pun Indonesia.
“Teh merek Ceylon tetap kinclong,” demikain laporan Plantations Sector Review 2013 yang dilakukan oleh TKS Research yang berbasis di Kolombo, Sri Langka.
Pada 2012, rata –rata harga teh Ceylon tercatat lebih tinggi 20% dibandingkan dengan Kenya, dan lebih mahal 44% dibandingkan dengan komoditas Indian. Adapun dibandingkan dengan harga teh Indonesia, harganya lebih tinggi 66%.
Saat ini Sri Lanka masih menjadi negeri pengekspor teh terbesar kedua setelah Kenya. Sri Lanka tercatat menguasai pangsa pasar ekspor sebesar.16% pada 2012 dengan volume pengiriman teh 342.500 ton, termasuk reekspor 14.500 ton.
Produksi the Sri Langka cenderung padat karya, dan biaya produksi lebih tinggi dibandingkan dengan ongkos di negara lain. Tenaga kerja menyerap 60% dari total biaya industri teh.
Salah satu penyebab utamanya adalah fokus pada teh Orthodox, sementara di negara lain telah menggunakan sistem produksi CTC (crush, tear, curl) dengan mesin mekanik. Teh CTC kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan teh Ortodok yang mendominasi 92% produksi.
Dalam beberapa ke depan produksi teh dunia diprediksi terus meningkat, dan berpotensi kelebihan pasokan.
Rata-rata Harga Teh Januari-September (US$/kg)
Pasar Lelang | 2011 | 2012 |
Kolkata-India | 2,88 | 2,77 |
Cochin-India | 1,76 | 1,78 |
Chittagong-Bangladesh | 2,27 | 2,28 |
Mombasa-Kenya | 2,74 | 2,83 |
Jakarta-Indonesia | 1,98 | 1,91 |
Colombo-Sri Lanka | 3,29 | 3,04 |
Guwahati-India | 2,44 | 2,45 |
Malawi | 1,59 | 1,69 |
World | 2,79 | 2,72 |
Sumber: Sri Langka Tea Board, 2013