BISNIS.COM, JAKARTA—PT Merpati Nusantara Airlines dinilai lebih baik ditutup mengingat beban utang yang menumpuk hingga Rp6 triliun sehingga sulit disehatkan kembali apalagi setelah terjadi kecelakaan pendaratan keras di Bandara El Tari, Kupang.
Anggota Komisi V DPR Saleh Husin mengatakan kasus kecelakaan pesawat Merpati pada awal pekan ini membuat maskapai itu kembali menjadi sorotan. Pihaknya meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) segera menginvestigasi penyebab kecelakaan pesawat jenis MA 60 itu.
“Secara pribadi sebaiknya [Merpati] ditutup, pertimbangannya beban utang yang sudah menumpuk, sulit untuk disehatkan kembali,” katanya di Jakarta, Senin (10/6).
Politisi Partai Hanura ini menilai setelah maskapai pelat merah itu ditutup, barulah dibentuk perusahaan baru yang dikelola secara benar, pasti, dan sehat sehingga karyawan dengan kinerja baik bisa dipekerjaan kembali pada perusahaan baru nanti.
Sebelum Saleh, beberapa anggota DPR lain juga sempat meminta agar pemerintah membubarkan Merpati karena persoalan keuangan perusahaan selalu melalui bantuan penyertaan modal negara (PMN).
Berbeda dengan Saleh, pengamat transportasi dari Universitas Trisakti Siti Nurbaeti menilai rencana akuisisi oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk meski batal terealisasi sempat membuat secercah harapan bagi maskapai itu karena sebelumnya selalu ditopang pemerintah.
Rencana konversi utang senilai Rp6 triliun menjadi saham oleh kreditur Merpati juga baik asalkan maskapai ini harus disehatkan dahulu.
“Mesti sehat dulu, kalau nanti dia jadi anak usaha dari sejumlah kreditur itu, Merpati harus sehat, kalau engga tak mungkin mereka mau [konversi],” katanya.
Kementerian BUMN berencana mengonversi utang Merpati senilai Rp6 triliun menjadi saham. Utang terbesar perseroan kepada pemerintah berupa penerusan pinjaman luar negeri (subsidiary loan agreement/SLA), PT Pertamina (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), dan PT Bank Mandiri Tbk.