BISNIS.COM, JAKARTA – Kalangan legislatif mengusulkan agar asumsi makro RAPBN-P 2013 memasukkan 3 indikator tambahan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, yakni pemerataan pendapatan, angka kemiskinan. dan tingkat pengangguran.
Anggota Komisi XI DPR, Arif Budimanta, menyampaikan draf APBN-P 2013 harus mengakomodasi penurunan rasio gini dari 0,41% saat ini yang mencerminkan tingkat pemerataan atau distribusi pendapatan yang semakin baik.
RAPBN-P pun harus mencantumkan asumsi angka kemiskinan yang antara lain tercermin dari nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN). NTP diharapkan meningkat menjadi 110 dari target pemerintah dalam APBN 2013 sebesar 105.
“APBN harus digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, sebagaimana tertuang dalam UU No 19/2012 tentang APBN 2013,” katanya dalam rapat kerja pemerintah dengan Komisi XI DPR tentang Asumsi Makro dan Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN-P 2013, Senin (27/5/2013).
Hal serupa juga disuarakan anggota Komisi XI lainnya, Sadar Subagyo. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi selama ini tidak berdampak signifikan pada penurunan angka kemiskinan, peningkatan lapangan kerja dan kesenjangan pendapatan.
“Mungkin tidak dalam asumsi makro ditambahkan indeks penciptaan lapangan kerja, penurunan kemiskinan dan rasio gini,” ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, harus terukur, misalnya setiap kenaikan pertumbuhan 1% dapat harus mampu menurunkan angka kemiskinan dan meningkatkan lapangan kerja dalam jumlah tertentu.
Pemerintah selama ini hanya mematok 6 indikator ekonomi dalam asumsi makro APBN. Dalam RAPBN-P 2013, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 6,2%, inflasi 7,2%, dan nilai tukar rupiah Rp9.600 per dolar AS.
Selain itu, direncanakan pula suku bunga SPN 3 bulan 5%, Indonesia crude price (ICP) US$108 per barel, lifting minyak dan gas bumi masing-masing 840.000 barel per hari dan 1.240 barel setara minyak per hari. (ltc)