BISNIS.COM, JAKARTA -- Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mendukung rencana Bank Indonesia atas rencana penerbitan aturan lanjutan mengenai loan to value 70% pada pengajuan kredit properti.
Dalam aturan yang berlaku saat ini, Bank Indonesia mewajibkan masyarakat membayar uang muka minimal 30% dalam pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR), untuk rumah dengan luasan di atas 70 m2.
Rencana kebijakan lanjutan yang mengemuka, yakni persentase uang muka diusulkan lebih tinggi untuk pengajuan KPR bagi rumah kedua atau LTV progresif. Bank Indonesia mengaku tengah menunggu keputusan pemerintah di bidang subsidi bahan bakar minyak untuk mengambil keputusan tersebut.
“Akan lebih bagus untuk rumah kedua. Kita harus memprioritaskan kepentingan masyarakat yang belum mempunyai rumah. Dengan adanya aturan tersebut, kesempatan mereka akan lebih besar nantinya,” kata Ketua Apersi Eddy Ganefo saat dihubungi Bisnis, Minggu (26/5/2013).
Kebijakan tersebut, sambungnya, diharapkan dapat pula menjaga kenaikan harga properti yang sudah sangat tinggi saat ini. “Jangan sampai harga ini menjadi semena-mena. Meskipun mekanisme pasar, tapi jika tidak ada kendali akan berbahaya.”
Eddy mengkhawatirkan saat harga tidak terkendali, pengembang malah akan terkena dampak paling besar jika gelembung harga (buble) terjadi. Hal ini merupakan sebuah langkah antisipasi untuk mengatasi kemungkinan tersebut.
Menurutnya, pasar properti yang terkena dampak paling besar dengan kemungkinan berlakukanya kebijakan tersebut adalah properti kelas atas dan menengah.
“Pembeli rumah kelas atas itu rata-rata sudah mempunyai rumah. Walaupun ada yang melakukan pembayaran secara cash, tapi masih cukup banyak yang menggunakan kredit. Kelas menengah juga akan terpengaruh,” ujarnya. (dot)