BISNIS.COM, JAKARTA—Indonesia hanya memiliki dua kota yang siap untuk menyelenggarakan even meetings, incentives, conventions, and exhibitions atau MICE yakni Jakarta dan Bali. Kesiapan kapasitas ruang dan sumber daya manusia menjadi faktor penghambat.
Direktur MICE dan Wisata Minat Khusus Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf ) Rizki Handayani mengatakan hanya beberapa kota saja yang bisa menyelenggarakan MICE dalam jumlah besar. Pihaknya juga tidak bisa memaksa kota lain untuk membangun industri MICE karena membutuhkan dana investasi yang besar.
“Selama ini kami hanya bisa menawarkan Jakarta dan Bali saja untuk even internasional. Banyak daerah yang belum memiliki kapasitas memadai serta tenaga penerjemah dalam berbagai bahasa,” kata Rizki kepada Bisnis, Rabu (15/5/2013).
Kemenparekraf mengakui belum memiliki data mengenai jumlah kunjungan atau pendapatan sektor MICE di Indonesia. Namun, jumlah pengunjung MICE tahun lalu diperkirakan sekitar 3% dari total jumlah wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 8 juta orang.
Pihaknya masih mengumpulkan data dari seluruh hotel maupun organisasi profesi kongres atau konvensi (PCO) di Indonesia sebagai penyelenggara MICE. Data yang didapat mungkin akan berbeda dengan data dari International Convention and Congress Association (ICCA).
“Mereka [ICCA] hanya menghitung jumlah pertemuan dari asosiasi profesi saja, sedangkan kami turut memasukkan pertemuan antar pemerintah di dalamnya,” ujarnya.
Jika ditotal dengan business tourism, jumlahnya mencapai 33%. Perbedaan MICE dengan business tourism ini terletak pada ada tidaknya kegiatan wisata yang dilakukan. Wisatawan dikatakan melakukan MICE apabila hanya mengikuti kegiatan konvensi, pertemuan, atau incentives trip dari perusahaan saja.
Indikator lain yang digunakan adalah biaya kegiatan MICE cenderung berasal dari kantong perusahaan atau pengirimnya. Jadi pengeluaran MICE ini bisa mencapai tiga kali lipat dari pengeluaran wisatawan umum. (mfm)