BISNIS.COM, MEDAN–Selain impor barang konsumsi yang terus membanjiri pasar di Sumatra Utara dan impor barang modal yang rendah, masalah kelangkaan gas menjadi ancaman serius industri manufaktur.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pemakai Gas (Apigas) Sumatra Utara Johan Brien mengatakan belum lama ini terjadi krisis gas di Sumut sejak beberapa tahun terakahir dapat mengancam keberlangsungan industri.
Sekarang ada sekitar 54 perusahaan besar di sektor industri sangat bergantung pada pasokan gas untuk kebutuhan produksi, sehingga jika pasokan gas tidak ditambah, maka banyak pabrik yang akan gulung tikar, katanya Rabu (8/5/2013).
Perusahaan yang sangat bergantung pada pasokan gas bergerak di bidang industri sarung tangan, keramik, oleo-chemical, dan minyak kelapa sawit mentah (CPO). Rata-rata satu pabrik sarung tangan memiliki rata-rata 1.000-2.000 karyawan dan keramik sekitar 3.000 karyawan.
Penurunan produksi akibat kelangkaan gas, lanjutnya, mencapai 20%-30% pada masing-masing perusahaan. Jika hal tersebut dibiarkan, akan terjadi PHK kepada para karyawan. Pasalnya, pada 2007 Glovindo yang memiliki 3.000 karyawan terpaksa tutup akibat kekurangan gas.
Kepala Seksi Hasil Pertanian dan Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan dan Industri Sumatra Utara Fitra Kurnia mendesak pemerintah pusat segera membangun infrastruktur pengolahan LNG untuk mempertahankan kelangsungan sektor industri.
"Dulu di Sumut ada 12 pabrik pembuatan sarung tangan, tetapi sejak krisis gas hanya tinggal 3 pabrik pembuatan sarung tangan saja yang beroperasi. Hingga saat ini, belum ada infrastruktur untuk mengolah LNG menjadi gas di Sumut,” tambahnya. (mfm)