BISNIS.COM, JAKARTA--Negosiasi harga gas antara perusahaan hulu dengan industri yang menggunakan gas menyebabkan lambatnya optimalisasi penggunaan gas sebagai pengganti bahan bakar minyak (BBM) di sektor industri.
Rudi Rubiandini, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan selama ini sektor industri selalu menginginkan harga gas yang murah. Padahal, harga gas untuk industri saat ini hanya sekitar US$9 hingga US$12 per juta kubik british thermal unit (million metric british thermal unit/MMBTU).
"Secara volume, gas yang ada saat ini tidak ada masalah. Yang jadi masalah itu industri mintanya harga gas murah. Padahal, ekuivalen harga gas itu hanya sepertiga dari harga BBM," katanya di Jakarta, Rabu (1/5).
Rudi mengungkapkan dengan alokasi gas untuk domestik yang diproyeksikan mencapai 1.863 MMscfd pada 2013, sudah dapat memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri. Sayangnya, beberapa sektor industri belum menyepakati harga gas tersebut.
Harga gas, lanjut Rudi, pasti berbeda antara perusahaan yang dengan perusahaan yang lainnya. Perbedaan harga tersebut disebabkan kualitas gas, teknis produksi dan kesepakatan business to business antarperusahaan.
"Kalau gas yang dihasilkan bersih ya lebih murah, karena tidak perlu biaya tambahan untuk membersihkannya. Seperti gas dari Tiung Biru yang lebih mahal dibandingkan dengan gas dari Kangean," jelasnya.