BISNIS.COM, JAKARTA--Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 64 perusahaan tambang di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan tidak membuat rencana reklamasi tambang dalam rangka perlindungan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Ali Masykur Musa, Anggota IV BPK, mengtakan pemanfaatan sumber daya alam tidak hanya digunakan untuk kepentingan kini, melainkan juga yang akan datang. Dia memaparkan BPK telah melakukan audit pada 2010-2011 terhadap sejumlah perusahaan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Dua provinsi itu adalah produsen terbesar batu bara di Indonesia.
"BPK menemukan 64 perusahaan tidak membuat rencana kegiatan reklamasi pasca tambang, serta terdapat 73 perusahaan tidak menyetor dana jaminan reklamasi," kata Masykur dalam diskusi pada pekan ini, seperti dilansir situs Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Minggu, (15/4).
Oleh karena itu, Masykur meminta aparat penegak hukum memberikan sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar di sektor pertambangan, sehingga terjadi efek jera.
Selain itu, paparnya, BPK juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengendalian dan pengawasan terhadap perusahaan pertambangan batubara, antara lain melalui upaya percepatan pelaksanaan program Clean and Clear oleh Kementerian ESDM.
Merah Johansyah Ismail, aktivis Jatam Kalimantan Timur, memaparkan bahwa daya rusak pertambangan bersifat meluas dan jangka panjang. Dia mengungkapkan meluas artinya kerusakan bukan hanya terjadi di wilayah pengerukan, tapi kerusakan terjadi mulai dari hulu sampai ke hilir. "Ada sekitar 9.000 izin AMDAL. Kami mendapati 75% sangat buruk.” (if)