BISNIS.COM, JAKARTA--Keterbatasan infrastruktur gas di Indonesia menjadi dalih pemerintah untuk melakukan ekspor sebagian besar hasil produksi gas nasional dari pada memasok kebutuhan dalam negeri.
Hal itu diperparah dengan belum adanya integrasi jaringan pipa antarwilayah, sehingga menjadi salah satu penghambat kegiatan penyaluran gas ke industri. Investasi jaringan gas juga sangat minim dalam beberapa tahun terakhir, karena dinilai tak prospektif dengan kecilnya pasokan.
Vice Presiden Corporate Secretary PT Perusahaan Gas Negara Tbk Ridha Ababil menyampaikan lambannya pertumbuhan jaringan gas di Indonesia karena terkait dengan beberapa hal, terutama pasokan gas. Jaringan gas PGN saat ini mencapai 5.900 km.
Menurutnya, pasokan gas harus tersedia dalam jangka panjang dan volume yang cukup. Dia mencontohkan apabila membangun pipa gas dari poin A ke B memiliki usia operasional antara 20 tahun dan 30 tahun, sehingga dibutuhkan pasokan dalam periode yang sama.
“Kalau jumlah pasokan terbatas 5 tahun dan volume tak visible tak bisa kami bangun. Ada ruas Duri-Dumai, Medan, sampai sekarang belum kami bangun karena belum ada pasokan untuk itu. Rugi nanti kami,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (4/4/2013).
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) pada 2012, jumlah jaringan pipa transmisi dan distribusi gas nasional baru mencapai 8.000 km atau hanya bertambah 200 km dari panjang pipa 2010, sepanjang 7.800 km.
Jaringan pipa gas Indonesia masih kalah jauh dibandingkan dengan Turki yang mencapai 11.094 km pada 2008. Dalam kurun waktu 6 tahun mereka mampu meningkatkan lebih dari dua kalilipat, karena pada 2002 hanya 4.410 km.
Begitu juga jaringan pipa gas di Inggris. Negara itu sudah mempunyai pipa gas sepanjang 132.000 km. Namun, di Inggris pengelolaan gas dimonopoli oleh perusahaan milik negara National Grid Pld.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi membenarkan pengelolaan gas bumi di Indonesia tidak terintegrasi dan cenderung berjalan sendiri-sendiri. Oleh karena itu diperlukan sinergi dan koordinasi di antara pengambil kebijakan di hulu, midstream dan hilir.
Perencanaan pasokan gas menjadi tanggungjawab SKK Migas, perencanaan infrastruktur di Ditjen Migas, dan perencanaan arah pasar berada di bawah kendali Kementerian Perindustrian.
“Sesungguhnya kita memiliki sumber daya gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi tata kelolanya tidak tepat. Bahkan selama ini pembangunan infrastruktur pipa gas sengaja dihambat untuk melanggengkan ekspor gas,” ungkap Dalimi.(msb)