Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EKSPOR KOPI: Diprediksi Turun 5%, Konsumsi Domestik Meningkat

BISNIS.COM, JAKARTA – Ekspor kopi tahun ini diperkirakan turun 5% dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 520.000 ton karena peningkatan konsumsi domestik.

BISNIS.COM, JAKARTA – Ekspor kopi tahun ini diperkirakan turun 5% dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 520.000 ton karena peningkatan konsumsi domestik.

Ketua Umum Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Irfan Anwar menyebutkan penyerapan dalam negeri akan naik dari tahun lalu yang hanya 230.000 ton atau sekitar 30% dari produksi nasional sebesar 740.000 ton.

Namun dari segi nilai ekspor, Irfan memperkirakan terjadi kenaikan 10% dari tahun lalu yang sebesar US$1,5 miliar karena penguatan harga komoditas tersebut seiring pemulihan ekonomi global.

“Harga akan membaik. Cukup dua tahun terakhir terjadi penurunan,” katanya dalam acara pelantikan pengurus pusat AEKI periode 2013-2015, Selasa (2/4).

AEKI mencatat penurunan harga kopi arabika sekitar 50% menjadi US$1,35 per pon di NYSE Liffe, London, selama dua tahun terakhir. Sementara, harga kopi robusta anjlok 30% menjadi US$2.100 per ton.

Sementara tu, mengutip Bloomberg, kontrak berjangka kopi arabika untuk pengiriman Mei turun 0,6% menjadi US$1,38 per pon di ICE Futures, New York, Selasa (2/4), karena peningkatan produksi di Brasil, produsen kopi terbesar di dunia. Arabika kemungkinan bergerak antara US$1,3-US$1,44 per pon bulan ini.

Adapun di London, kontrak berjangka kopi robusta naik 0,1% menjadi US$2.053 per ton karena perbaikan prospek panen di Vietnam. Robusta diperkirakan berkisar US$1.900-US$2.100 per ton bulan ini.

Kendati demikian, ada beberapa masalah yang dihadapi ekspor kopi nasional, salah satunya ambang batas residu pestisida carbaryl dalam kopi robusta yang ditetapkan Jepang 0,01 part per million (ppm).

Pihaknya sempat bertemu para importir asal Negeri Matahari Terbit dalam sidang International Coffee Organization (ICO) bulan lalu yang menyatakan masih dapat menerima kopi robusta Indonesia yang mengandung carbaryl 0,5-0,7 ppm.

“Dari sisi konsumen sebetulnya tidak masalah. Tapi, problemnya adalah pemerintah setempat yang menetapkan itu sehingga ini perlu G to G (government to government) process. Wakil Menteri Perdagangan kita sudah minta agar ambang batas itu dinaikkan,” kata Irfan. (if)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Others

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper