BISNIS.COM, JAKARTA -- Tingginya harga tanah di Bali, menyebabkan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menyebabkan pembangunan rumah sejahtera tapak (RST) di Pulau Dewata hanya bisa dilakukan di kawasan tertentu.
Seperti yang sudah dilansir oleh Knight Frank, terjadi kenaikan harga penawaran pasar tanah di Bali dengan peningkatan rata-rata sekitar 25%.
Contohnya harga jual kavling di daerah bukan pesisir pantai di daerah Seminyak atau sekitar Legian, harga tanahnya pada pertengahan tahun lalu tercatat sudah menembus Rp15 juta/m2. Secara umum harga pasar tergantung lokasi, bentuk dan luasan area.
“Yang pasti tidak bisa di Denpasar. RST dibangun di kabupaten tertentu, di daerah atas (utara). Jumlah rumah yang dibangun juga tidak banyak, hanya sekitar 500 unit,” ujar Ketua Apersi Eddy Ganefo, Senin (18/3/2013).
Rumah sederhana yang dijual melalui skema kredit pemilikan rumah dengan FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) tersebut dibangun dengan luas maksimal 36 m2, dengan rentang harga Rp88 juta-Rp145 juta, bervariasi di tiap daerah.
Kondisi harga tanah yang ada saat ini, sambungnya, membuat Bali lebih diminati untuk bangunan komersil. Meskipun begitu, pihaknya mengaku tetap membangun RST untuk memenuhi kebutuhan MBR.
Sementara itu, Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia tidak melakukan pembangunan RST di Bali sepanjang tahun lalu. Dari total pembangunan 104.042 unit, jumlah pembangunan rumah paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Timur, yakni sebanyak 14.893 unit.