JAKARTA--Minimnya penggunaan teknologi dituding menjadi penyebab rendahnya produktivitas perkebunan di Indonesia.
Ketua Umum Masyarakat Agribisnis dan Agro Industri Indonesia Fadel Muhammad menilai minimnya penggunaan teknologi membuat perluasan lahan perkebunan tak banyak berarti bagi peningkatan produktivitas.
"Contohnya saja karet yang luas lahannya mencapai 3,4 juta hektare, pada 2008 produksinya mencapai 2,3 juta ton. Di tahun 2012 produksinya tidak banyak bertambah, diperkirakan hanya mencapai 3 juta ton," ujarnya, Rabu (27/2).
Fadel menambahkan minimnya pemanfaatan teknologi di sektor perkebunan disebabkan ketidakmampuan petani menjangkau teknologi. Untuk karet misalnya, 95% produksinya ditopang oleh perkebunan rakyat.
Pendapat tersebut, lanjutnya, diperkuat oleh pertumbuhan produktivitas perkebunan yang dikelola oleh pemerintah dan swasta.
"Perkebunan yang dikerjakan rakyat makin hari makin jauh tertinggal," imbuhnya.
Minimnya penggunaan teknologi tidak hanya terjadi pada perkebunan karet. Fadel mengatakan hal serupa terjadi pada perkebunan kopi dan kakao yang merupakan salah satu komoditas andalan Indonesia.
Minimnya penggunaan teknologi, lanjutnya, disebabkan oleh sedikitnya alokasi dana riset dan pengembangan. Hal tersebut diperparah oleh iklim investasi sektor perkebunan yang tidak bagus.
Fadel mencatat beberapa poin yang membuat iklim investasi sektor perkebunan kurang bagus salh satunya adalah buruknya infrastruktur penunjang. Menurutnya, sebagian dana yang berasal dari sektor perkebunan seharusnya bisa dikembalikan ke sektor ini guna memperbaiki infrastrktur penunjang seperti pelabuhan dan jalan raya.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah harus melakukan re-enjinering pembangunan perkebunans serta revitalisasi sistem perkebunan inti dan perkebunan plasma. Kedua hal tersebut dinilainya bisa menggenjot produktivitas sekaligus menjaga agar perkebunan rakyat tidak semakin jauh tertinggal oleh perusahaan perkebunan swasta dan plat merah.