JAKARTA--Pemerintah akan mengatur dana promosi yang dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan kena pajak. Aturan tersebut akan disusun berdasarkan persentase tertentu atas omzet perusahaan.
Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany mengatakan sebagian perusahaan diketahui memiliki biaya promosi yang sangat besar dan relatif tidak wajar. Hal tersebut berisiko merugikan negara karena merupakan komponen biaya pengurang pajak.
“Akan diatur dalam PMK [Peraturan Menteri Keuangan]. Biaya promosinya, salah satunya, bisa diatur berdasarkan omzet,” ujarnya hari ini (29/1).
Menurut Fuad, pemerintah pernah mengatur besaran promosi yang dapat dibebankan sebagai biaya pengurang penghasilan bruto. Aturan tersebut a.l. tertuang dalam PMK No.104/PMK.03/2009 tentang biaya promosi dan penjualan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Dalam beleid ini besarnya biaya promosi pada industri rokok dan farmasi ditetapkan tidak boleh melampaui 2% dari omzet. “Kita akan mengatur hal itu, seperti aturan yang lama, tetapi beda sedikit”.
Seperti wacana regulasi rasio utang atas modal (debt to equity ratio/DER), imbuhnya, aturan biaya promosi ini juga berisiko mendapat pro dan kontra dari kalangan industri. “Aturan biaya promosi ini akan bervariasi berdasarkan sektornya”.
Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Kismantoro Petrus mengatakan aturan biaya promosi perlu dikaji ulang. Pasalnya, sektor dengan marjin yang tinggi seperti industri telekomunikasi dan rokok memiliki porsi anggaran yang besar untuk kegiatan promosi.