JAKARTA: Kesatuan Pelaut Indonesia mendesak pemerintah membuat standardisasi upah minimum regional sektoral kelautan mengingat gaji pelaut pada level bawah di Indonesia terendah di ASEAN.
Sekretaris DPP Kesatuan Pelaut Indonesia Sonny Pattiselano mengatakan pada level perwira, gaji sebetulnya sudah besar tapi pada level bawah perwira nilainya jauh dari harapan.
Dia mengatakan organisasi buruh internasional atau International Labour Organization/ILO sudah memberikan standardisasi upah sebesar US$917 per bulan untuk pelaut tingkat bawahan.
Namun, dalam praktiknya, gaji pelaut level bawah di Indonesia masih jauh dari patokan ILO tersebut bahkan di sejumlah pelabuhan pelaut mendapatkan gaji antara Rp1,5 juta dan Rp2 juta dengan tingkat risiko yang tinggi.
“Jangankan US$917 per bulan, toh US$500 saja engga sampai. Ini yang perlu diperhatikan pemerintah soal UMR sektoral, mesti ada sehingga ada standardisasi. Ini [peringkat] kita paling rendah di ASEAN,” katanya Kamis (11/10/2012).
Menurut Sonny, pada level regional Asia Pasifik sudah ditetapkan total upah terendah untuk para pelaut adalah US$1.650 per bulan. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan standar upah yang ditetapkan oleh ILO US$917 per bulan, tapi realisasinya juga jauh dari harapan.
Pihaknya kerap mengirimkan surat kepada pemerintah baik Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi soal UMR sektoral tersebut tetapi hasilnya nihil, tak ada tanggapan.
Sonny mengungkapkan pemerintah menegaskan dalam UU No. 17/2008 tentang Pelayaran bahwa kesejahteraan pelaut merupakan salah satu bagian dari kelaikan kapal. Mestinya, tegasnya, pemerintah konsisten dan tidak hanya menganggap UU tersebut sebatas regulasi tanpa makna.
“UU hanya jadi kertas saja, tak ada realisasi. Padahal ini amanat undang-undang. Soal gaji pelaut mesti ada konsensus nasional, atau UMR sektoral. Sudah kami usulkan tapi hasilnya tak ada respon” tegasnya.(Foto: Antara) (msb)