JAKARTA--Dana Moneter Internasional memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di level 6,1%, atau lebih rendah dibandingkan target pemerintah dalam APBN-P 2012 6,5%.
Sanjaya Panth, Kepala Devisi Departemen Asia Pasifik IMF, menuturkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berjalan dengan relatif baik. Bahkan mencapai tingkat pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir yakni 6,5%.
"Ekonomi global yang melemah dan pemulihan tidak seperti yang diharapkan akan menimbulkan dampak pada perekonomian Indonesia, akibatnya neraca perdagangan dalam 2 bulan terakhir tercatat defisit," ujarnya di kantor IMF Indonesia, Jumat (06/07).
Kendati demikian, tingginya impor dibandingkan ekspor, dinilai Panth sebagai hal normal bagi negara-negara yang sedang berkembang. Pasalnya, pada saat yang sama, investasi di sektor riil meningkat dan berpotensi mengimbangi dampak defisit perdagangan.
"Menurut saya itu hal yang normal. Tapi dalam jangka pendek akan sedikit menekan pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dalam jangka menengah dan panjang, kata Panth, pemerintah perlu meningkatkan investasi di sektor infrastruktur guna meningkatkan kualitas dan pemerataan pertumbuhan ekonomi.
Pada kesempatan terpisah, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengungkapkan Indonesia memiliki keunggulan di segi komoditas ekspor unggulan yang menciptakan ketergantungan di negara tujuan ekspor. Namun, penurunan harga komoditas dunia, dinilai menekan nilai ekspor."Peluang kita meningkat masih ada. Mei kemarin diumumkan harga komoditas naik di banding April, tapi memang beberapa harga komoditas menurun," ungkapnya.
Menurut Hatta, kunci untuk menumbuhkan ekonomi domestik justru dengan menurunkan ketergantungan Indonesia pada ekspor. Namun, lanjutnya, tidak berarti Indonesia melarang importasi, utamanya barang modal yang berpotensi meningkatkan produktivitas."Kita harus memperluas space market domestik, tapi memang masih belum optimal karena kelemahan konektivitas kita," kata Hatta.
Dengan perbaikan konektivitas dan biaya logistik dari 14,08% menjadi 10%, perdagangan dalam negeri bisa ditingkatkan. (msb)