Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

POSISI APBN: Genjot lifting gas dipertanyakan

 

 

 

JAKARTA: Usulan pemerintah menambah target lifting gas sebagai variabel asumsi makro APBN 2013 dinilai langkah tepat untuk menciptakan transparansi, tetapi signifikansinya terhadap postur APBN masih dipertanyakan. 

Komaidi, Wakil Direktur Eksekutif Reforminer Institut, menilai penambahan lifting gas dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013 memberikan transparansi. Di sisi lain akan sulit menentukan acuan harga gas yang digunakan sebagai kalkulasi proyeksi penerimaan negara dari target lifting gas. 

"Kalau gas harga patokannya bagaimana? Kalau minyak kan ada ICP (Indonesia Crude Price)," ujar Komaidi saat dihubungi Bisnis, Rabu (16/05). 

Komaidi juga mempertanyakan apakah nanti pemerintah akan menetapkan harga patokan gas untuk mengukur penerimaan dari lifting gas. Pasalnya, harga gas beda-beda per lapangan dan sangat berkaitan dengan aspek pengusahaannya. 

"Sebenarnya tidak bisa disama-ratakan, nanti akan mempengaruhi pengusahaannya. Tapi, semua yang masuk dalam APBN harus bisa diukur dalam rupiah. Kalau hanya volume liftingnya, ya 50% sia-sia," katanya. 

Menurut Komaidi, tanpa memasukkan lifting gas sebagai asumsi makro, penerimaan dari sektor ini terus mengalir dalam APBN. Sehingga penyertaan lifting gas dalam asumsi makro APBN tidak akan berdampak signifikan. 

Selain itu, dampak lifting gas terhadap postur belanja negara dinilai tidak sesignifikan minyak, yang a.l. berkaitan dengan 70% penerimaan negara nonpajak, pagu belanja subsidi energi, dan dana bagi hasil (DBH) minyak. 

Komaidi khawatir, usulan menambahkan lifting gas dalam asumsi APBN merupakan kompensasi dari lifting minyak yang terus turun. Belum lagi ada indikasi ego sektoral dari kementerian teknis untuk unjuk gigi. 

"Mungkin ada upaya juga agar lifting disatukan jadi lifting migas, supaya kelihatan tinggi," ungkapnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz mengatakan rencana pemerintah menambahkan lifting gas sebagai variabel asumsi makro APBN bisa saja diterapkan. Namun, Harry mempertanyakan seberapa besar peran lifting gas terhadap penerimaan dan belanja APBN, sehingga targetnya harus dimasukan dalam asumsi APBN. 

"Barangkali untuk mempertegas pola penerimaan kita, tapi gas belum mendominasi penerimaan. Dan apa lifting gas mempengaruhi komprehensivitas APBN dan menambah value," katanya. 

Harga gas yang relatif tidak sefluktuatif harga minyak, juga dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap belanja APBN. 

Harry menilai, di sisi belanja, postur APBN tidak memiliki belanja yang langsung berkaitan dengan gas, kecuali subsidi LPG dan dana bagi hasil (DBH) gas yang relatif tidak signifikan jumlahnya. 

"Sebenarnya dulu muncul juga lifting batu bara mau dimasukkan dalam asumsi makro, tapi gagal karena dampaknya terhadap APBN dinilai tidak signifikan dan justru bikin repot," katanya. 

Seperti diberitakan Bisnis, pemerintah mengusulkan untuk memasukkan lifting gas dalam variabel asumsi ekonomi makro APBN 2013. Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengatakan usulan baru ini terkait dengan penurunan alamiah lifting minyak bumi, sehingga diperlukan upaya untuk menjaga pencapaian target penerimaan negara. 

"Dakam KEM-PPKF 2013 ini, pemerintah mengusulkan variabel asumsi ekonomi makro yaitu lifting gas. Pada 2013, lifting gas diperkirakan berada pada kisaran 1,29 juta-1,36 juta barel setara minyak per hari," ujarnya dalam penyerahan KEM-PPKF 2013 sebagai acuan penyusunan RAPBN 2013 di Gedung DPR.(msb)

 

BACA JUGA:

11:56 - Dolar AS Keok Di Pasar Asia

10:58 - HARGA EMAS Naik 1,93 Sen Dolar/Gram

06:53 - EDITORIAL BISNIS: Kasus Korupsi Jangan Tertutup Karena Musibah Sukhoi

02:25 - GAGALNYA LADY GAGA: Sold Out Dulu Baru Izin…?

01:55 - BLACK BOX SUKHOI: Ini Rute Perjalanan Panjang Kotak Hitam Setelah Ditemukan

01:46 - FINAL LIGA CHAMPIONS: Ujian Terberat DI MATTEO


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Diena Lestari
Sumber : Ana Noviani

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper