Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BISNIS PERTAMBANGAN: Pengusaha nikel usulkan bea keluar 20%

JAKARTA: Asosiasi Nikel Indonesia mengusulkan penerapan bea keluar ekspor nikel maksimal 20% agar tidak terjadi pembengkakan biaya operasional bagi pelaku usaha.Ketua Umum Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) Shelby Ihsan Hasan mengungkapkan pihaknya secara

JAKARTA: Asosiasi Nikel Indonesia mengusulkan penerapan bea keluar ekspor nikel maksimal 20% agar tidak terjadi pembengkakan biaya operasional bagi pelaku usaha.Ketua Umum Asosiasi Nikel Indonesia (ANI) Shelby Ihsan Hasan mengungkapkan pihaknya secara umum menyambut baik langkah pemerintah yang menerapkan bea keluar guna menekan ekspor bahan baku yang dinilai telah berlebihan.Sejak awal, ungkap Shelby, pengusaha pertambangan nikel telah memberikan rekomendasi besaran bea keluar ekspor tambang mineral sebesar 15%—25%. Dengan begitu, tarif bea keluar sebesar 20% merupakan besaran yang paling proporsional.Shelby menilai penerapan bea keluar secara tidak langsung akan berdampak pada penerimaan dan margin keuntungan bagi perusahaan. Menurutnya, sejumlah pengusaha kini perlu melakukan efisiensi pada sektor produksi dan operasional lainnya.“Kami sudah usulkan maksimal itu 25%, tapi akan lebih baik kalau diputuskan 20%,” katanya saat menghadiri seminar pertambangan di Gedung Fakultas Tehnik Universitas Indonesia Depok, Sabtu kemarin.Menurut Shelby, ekspor tambang mineral memang mengalami kenaikan 500%—800% sejak 2009. Dia mencatat kenaikan jumlah pengiriman ke luar negeri disebabkan oleh anjloknya harga jual di sejumlah pasar tujuan ekspor.Selain itu, kenaikan volume ekspor nikel juga disebabkan minimnya daya serap industri dalam negeri Dengan begitu, ucapnya, pengusaha tidak mengantongi alternatif pilihan selain menjual semua produksi nikel ke luar negeri.“Antam pun hanya mengambil dari hasil tambangnya sendiri,” cetusnya.Meski begitu, Shelby optimistis pembangunan pabrik pemurnian dapat dilakukan sebelum 2014. Menurutnya, pemerintah telah menawarkan sejumlah insentif kemudahan baik permodalan maupunpasokan energi.“Cuma yang menjadi kendala adalah ketersediaan infrastruktur,” katanya.Pembangunan smelter membutuhkan investasi yang sangat besar dengan ongkos peralatan standar minimal US$ 50 juta. Sejumlah pengusaha mulai melirik penjualan smelter bekas dari China yang rata-rata dibanderol US$ 10 juta.“Baiknya, pembangunan smelter itu sentralistik dan terintegrasi sehingga tidak terbebani ke satu perusahaan saja,” jelasnya.(api) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper