JAKARTA : Pemerintah dan Bank Indonesia perlu mewaspadai aliran modal asing yang semakin banyak keluar dari Tanah Air.
Guna meminimalkan risiko negative yang mungkin muncul, penarikan pembiayaan dari pasar disarankan untuk dikurangi, disesuaikan dengan kemampuan menyerap anggaran.
Drajad Hari Wibowo, Ekonom Sustainable Development Indonesia (SDI), mengingatkan outflow dari SUN dan bursa harus menjadi lonceng peringatan bagi pemerintah dan BI.
"Dampaknya terhadap cadangan devisa memang tidak harus membuat panik. Namun juga jangan dipandang remeh," ujarnya hari ini.
Untuk itu, Drajad mendesak pemerintah dan BI harus meningkatkan kewaspadaan. "Salah satunya dengan jalan mengurangi penerbitan SUN. Apalagi dengan penyerapan APBN yang rendah."
Menurutnya, stabilitas keuangan kawasan Eropa yang negatif, serta tidak adanya sinyal positif dari pemulihan ekonomi AS, membuat investor asing menuntut premi risiko dan imbal hasil (yield) surat utang yang tinggi.
Oleh karena itu, mantan Anggota Komisi XI DPR itu mengkritik sikap Kementerian Keuangan yang tetap menjadwalkan penerbitan sukuk global di tengah kegamangan pasar dunia.
"Dengan biaya yang makin mahal tersebut, tentu beban terhadap APBN ke depannya jadi kemahalan. Mengapa tetap keukeuh keluarkan sukuk dan bond kalau kemahalan?" tegasnya.
Pada kondisi APBN saat ini, lanjut Drajad, dengan realisasi penerimaan perpajakan yang semakin mendekati target dan penyerapan anggaran yang sangat rendah, seharusnya kas negara mengalami likuditas berlebih. Untuk itu, dari sisi pembiayaan seharusnya tidak ada masalah, sehingga penarikan utang tidak perlu dipaksakan.
"Sejak dulu saya sanksi dengan motif Kemenkeu yang doyan berutang ini. Saya tidak yakin bahwa motifnya benar-benar untuk pemenuhan kebutuhan APBN." (sut)
BACA JUGA: