Dampak ke RI
Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia angkat bicara terkait ancaman tarif tambahan yang dilayangkan Trump untuk negara-negara BRICS, termasuk Indonesia.
Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai ancaman terbaru Trump menempatkan Indonesia dalam posisi yang sangat strategis sekaligus rentan. Apalagi, Indonesia baru resmi menjadi anggota BRICS sejak 1 Januari 2025.
Di sisi lain, Indonesia tengah berada di tahap akhir negosiasi dagang dengan AS, terutama terkait potensi penurunan tarif dari 32%. Dalam negosiasi tersebut, Indonesia telah menyatakan kesediaan memberikan konsesi besar, termasuk impor tambahan dari AS serta investasi senilai US$34 miliar.
Dalam merespons ancaman ini, Yusuf menilai Indonesia perlu melakukan diplomasi bilateral yang aktif dengan AS sekaligus memperkuat posisinya dalam BRICS.
Dia menjelaskan, dari sisi hubungan bilateral, Indonesia harus segera memperjelas kepada pemerintahan Trump bahwa keanggotaan RI di BRICS bukan merupakan bentuk konfrontasi terhadap AS, melainkan bagian dari strategi diversifikasi ekonomi dan geopolitik.
Baca Juga
"Kita bisa menekankan bahwa komitmen investasi dan peningkatan impor dari AS adalah bukti bahwa Indonesia tetap menganggap AS sebagai mitra strategis utama, dan bahwa kita bersedia membangun hubungan saling menguntungkan tanpa harus terjebak dalam polarisasi geopolitik," jelasnya saat dihubungi pada Senin (7/7/2025).
Adapun, jika tarif tambahan 10% benar-benar diberlakukan, Yusuf menilai dampak terhadap Indonesia akan cukup signifikan. Hal ini terutama bagi sektor manufaktur ekspor dan industri padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik ringan, yang sangat bergantung pada pasar AS.
Yusuf menuturkan, pengenaan tarif tambahan itu akan menurunkan daya saing produk Indonesia di pasar Amerika, memperlemah arus devisa ekspor, serta menekan neraca perdagangan kita.
Oleh karena itu, sambil tetap bernegosiasi, Indonesia juga harus menyiapkan langkah mitigasi secara paralel. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mendiversifikasi pasar ekspor ke negara-negara BRICS dan mitra nontradisional lainnya, mempercepat implementasi perjanjian perdagangan bebas yang sedang berjalan, serta memberikan insentif fiskal dan nonfiskal bagi eksportir terdampak.