Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Lobi Dagang RI, Jepang Cs dengan AS jelang Deadline 9 Juli 2025

Berikut rangkuman perkembangan terakhir proses negosiasi dagang sejumlah negara dengan AS menjelang deadline 9 Juli 2025.
Lorenzo Anugrah Mahardhika,Surya Dua Artha Simanjuntak
Sabtu, 5 Juli 2025 | 11:00
Ilustrasi bendera AS dengan label tarif./Reuters-Dado Ruvic
Ilustrasi bendera AS dengan label tarif./Reuters-Dado Ruvic

Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah negara masih dalam proses negosiasi dagang dengan Pemerintah Amerika Serikat (AS) jelang tenggat pada 9 Juli 2025.

Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah mengancam akan menetapkan tarif baru bagi negara-negara yang gagal mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum tenggat pekan depan. Langkah ini akan semakin meningkatkan tekanan terhadap mitra dagang yang tengah berpacu merampungkan perjanjian dengan pemerintahannya.

AS pertama kali mengumumkan rencana penerapan tarif timbal balik yang lebih tinggi pada 2 April 2025, namun memberikan jeda 90 hari guna memberi ruang bagi negosiasi. Selama periode itu, tarif universal sebesar 10% diberlakukan.

Terbaru, Trump menyatakan pemerintahannya kemungkinan mulai mengirimkan surat ketetapan tarif impor sepihak kepada negara-negara mitra dagang mulai Jumat (4/7/2025). Ketetapan sepihak ini lebih cepat dibandingkan tenggat negosiasi pada 9 Juli mendatang.

“Kami mungkin akan mulai mengirim beberapa surat, mungkin 10 surat per hari ke berbagai negara, memberitahukan berapa tarif yang harus mereka bayar untuk bisa berbisnis dengan AS,” ujar Trump dikutip dari Bloomberg, Jumat (4/7/2025).

Saat ditanya apakah akan ada kesepakatan dagang tambahan, Trump menjawab, “Kami punya beberapa kesepakatan lain, tetapi kecenderungan saya adalah mengirim surat dan memberitahu berapa tarif yang harus mereka bayar. Itu jauh lebih mudah.”

Lalu, bagaimana perkembangan terakhir proses negosiasi sejumlah negara dengan AS menjelang deadline 9 Juli 2025? Berikut rangkumannya:

Indonesia

Pemerintah Indonesia saat ini masih menunggu keputusan final dari AS terkait dengan tarif usai proses negosiasi.

Untuk melobi AS, Indonesia pun siap memborong alat utama sistem persenjataan atau alutsista dan pesawat AS, sebagai bagian dari paket kesepakatan dagang komprehensif yang tengah dirundingkan kedua negara.

Dilansir dari Bloomberg, Jumat (4/7/2025), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan komitmen Indonesia untuk menyeimbangkan neraca perdagangan dengan AS. Pada tahun lalu, USTR mencatat defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia mencapai US$17,9 miliar.

Oleh sebab itu, Indonesia akan melakukan impor sejumlah barang dari AS. Upaya tersebut dinilai sebagai langkah strategis untuk menekan ancaman tarif sebesar 32% yang akan diberlakukan AS, dengan target memperoleh tarif yang lebih rendah dibandingkan Vietnam yang sebelumnya mendapatkan tarif 20%.

Misalnya, PT Garuda Indonesia tengah menjajaki potensi kerja sama baru, termasuk pembelian pesawat dan layanan perawatan. Pada sektor pertahanan, Airlangga mengungkapkan pemerintah membuka peluang untuk memperluas pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari AS.

“Ini untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik,” ungkapnya dalam pernyataan resmi.

Selain itu, sambung Airlangga, Indonesia juga akan meningkatkan impor gas dan produk pertanian dari AS untuk memperkuat ketahanan energi dan pangan.

Pemerintah turut menjanjikan perlakuan yang lebih adil bagi perusahaan AS, melalui pelonggaran aturan kandungan lokal, peningkatan perlindungan hak kekayaan intelektual, dan membuka akses ke Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) bagi penyedia asal AS.

Dari sektor mineral kritis, pemerintah berencana memberikan akses prioritas bagi pembeli asal AS, memperketat pengawasan kepemilikan asing di rantai pasok, serta menjalin kerja sama untuk menjamin keamanan dan transparansi pasokan bagi industri utama AS.

Langkah itu dinilai akan memudahkan perusahaan AS menghindari ketergantungan pada perusahaan logam yang terafiliasi dengan China, mengingat Indonesia merupakan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia.

Indonesia juga berkomitmen untuk menerapkan tarif mendekati nol terhadap lebih dari 1.700 komoditas asal AS, atau sekitar 70% dari total impor negeri Paman Sam. Airlangga mengungkapkan itu mencakup sektor-sektor utama yang diminta AS seperti elektronik, mesin, kimia, kesehatan, baja, pertanian, dan otomotif.

“Pesannya jelas, Indonesia ingin membangun hubungan ekonomi yang seimbang dan berorientasi ke depan, dengan manfaat nyata bagi dunia usaha dan pekerja di kedua negara,” jelasnya.

Jepang

Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba membantah anggapan bahwa negosiasi dagang dengan Amerika Serikat (AS) mengalami kebuntuan, menjelang tenggat pemberlakuan tarif impor sebesar 24% secara menyeluruh pada 9 Juli mendatang.

“Pembicaraan terus bergerak maju, perlahan tapi pasti. Ada berbagai isu yang dibahas, termasuk hambatan non-tarif, dan masing-masing poin tersebut sedang dinegosiasikan secara bertahap,” ujar Ishiba dalam wawancara televisi dikutip dari Bloomberg pada Jumat (4/7/2025).

Ishiba tampak berupaya meredam kekhawatiran bahwa Jepang tidak mampu memperoleh konsesi besar dari AS, dan dapat menjadi sasaran keputusan sepihak Washington untuk memberlakukan tarif setinggi 35%. Meski demikian, dia tidak memberikan indikasi bahwa kesepakatan bisa segera dicapai sebelum tenggat tarif timbal balik diberlakukan pekan depan.

Pernyataan Ishiba juga berseberangan dengan komentar Menteri Keuangan AS Scott Bessent yang sebelumnya menyebut bahwa pemilu majelis tinggi Jepang pada 20 Juli menjadi kendala domestik yang membatasi ruang manuver Tokyo untuk menyelesaikan kesepakatan. Komentar Bessent juga muncul setelah rentetan kritik Presiden Donald Trump terhadap Jepang dalam beberapa hari terakhir.

Pemilu majelis tinggi Jepang yang dijadwalkan pada 20 Juli akan menjadi ajang evaluasi publik terhadap kinerja pemerintahan minoritas Ishiba. Survei menunjukkan inflasi menjadi kekhawatiran utama pemilih, dan kesepakatan dagang yang dinilai terlalu menguntungkan Trump bisa menuai resistensi di dalam negeri.

Salah satu kekhawatiran utama Jepang adalah potensi tarif sektoral sebesar 25% terhadap industri otomotif, sektor andalan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja di Negeri Sakura.

Negosiator Jepang bersikukuh bahwa isu tarif mobil harus menjadi bagian integral dari kesepakatan, sembari menekankan kontribusi industri tersebut terhadap investasi dan penciptaan lapangan kerja di AS.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper