Bisnis.com, JAKARTA — Kepala negosiator perdagangan Jepang, Ryosei Akazawa, menegaskan bahwa negaranya tidak dapat menerima kebijakan tarif impor 25% dari Amerika Serikat terhadap produk mobil.
Melansir Bloomberg pada Kamis (26/6/2026), menurut Akazawa produsen mobil Jepang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian AS dengan membangun pabrik dan menciptakan lapangan kerja lokal.
Akazawa menyampaikan, industri otomotif Jepang memproduksi sekitar 3,3 juta unit mobil di AS setiap tahunnya, jauh lebih besar dibandingkan dengan 1,37 juta unit yang diekspor dari Jepang ke Amerika.
“Kami telah menjelaskan berulang kali kepada pihak AS bahwa industri otomotif Jepang telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi AS, dan kami akan terus menjelaskan hal ini secara jelas agar mereka memahami,” ujar Akazawa kepada wartawan sebelum bertolak ke Washington untuk mengikuti putaran ketujuh perundingan dagang bilateral.
Perusahaan otomotif Jepang, lanjutnya, telah menanamkan investasi lebih dari US$60 miliar di AS dan menciptakan sekitar 2,3 juta lapangan kerja di dalam negeri. Dari 3,3 juta mobil yang diproduksi di AS oleh produsen Jepang, sekitar 300.000 unit diekspor kembali ke negara lain. Hal tersebut, menurut Akazawa, turut memberikan surplus perdagangan bagi AS.
“Bagaimanapun juga, kami menganggap tarif 25% untuk mobil sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima,” tegasnya.
Baca Juga
Isu tarif mobil menjadi salah satu ganjalan utama dalam perundingan perdagangan antara kedua negara. Meski Washington menyoroti defisit sektor otomotif, Tokyo berupaya melindungi sektor kunci dalam perekonomiannya.
Setelah enam kali putaran perundingan selama lebih dari dua bulan, kedua pihak belum mencapai kesepakatan terkait pengenaan tarif.
Namun demikian, Jepang tetap mencatat surplus perdagangan dengan AS sebesar ¥8,6 triliun (US$59,4 miliar) pada tahun lalu, tertinggi kelima dalam sejarah. Sekitar 82% dari surplus tersebut berasal dari ekspor mobil dan suku cadang otomotif.
Ketimpangan tersebut membuat Jepang menjadi sasaran kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump, yang berupaya memangkas defisit perdagangan AS melalui pengenaan tarif.
Kunjungan Akazawa ke Washington dilakukan menyusul kegagalan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba dan Presiden Trump untuk mencapai kesepakatan dalam KTT G7 pekan lalu terkait tarif tinggi yang diberlakukan AS.
Jepang kini menghadapi ancaman tarif berganda dari AS, yakni tarif menyeluruh (across-the-board) dan tarif sektoral. Tarif menyeluruh tersebut direncanakan naik dari 10% menjadi 24% mulai 9 Juli, kecuali ada kesepakatan.
Sementara itu, tarif sektoral mencakup bea masuk 25% untuk mobil dan suku cadangnya serta tarif 50% untuk baja dan aluminium.
Tokyo tetap mempertahankan posisinya untuk menyelesaikan seluruh perselisihan tarif dalam satu paket kesepakatan yang mencakup tarif sektoral.
Akazawa pada Kamis menegaskan bahwa dirinya akan mempertimbangkan tenggat 9 Juli, meskipun dia berhati-hati agar tidak melemahkan posisi tawarnya dengan menetapkan batas waktu secara tegas.
Dampak tarif AS mulai terasa di perekonomian Jepang. Ekspor ke AS, terutama kendaraan bermotor, mengalami penurunan tajam. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan risiko resesi teknikal, menjelang pemilu majelis tinggi Jepang pada 20 Juli mendatang.