Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga BBM Terancam Naik jika Selat Hormuz Ditutup

Pelaku usaha (Aspermigas) mengingatkan risiko harga BBM di dalam negeri bisa melonjak jika Selat Hormuz
Ilustrasi SPBU Pertamina /Bisnis-Anshary Madya Sukma
Ilustrasi SPBU Pertamina /Bisnis-Anshary Madya Sukma

Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha mengingatkan risiko harga BBM di dalam negeri bisa melonjak jika Selat Hormuz. Penutupan selat itu dapat mengganggu rute pengiriman minyak mentah dunia.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal menjelaskan, Selat Hormuz merupakan jalur pelayaran penting bagi pengiriman minyak. Menurutnya, 20% pengiriman minyak dan gas (migas) dunia melalui selat tersebut.

Dia berpendapat, kalau selat tersebut resmi ditutup imbas memanasnya konflik di Timur Tengah, jalur distribusi jelas akan terganggu. Imbasnya, harga minyak dunia bakal naik.

"Dan kita sudah lihat harga minyak sekarang itu sudah di angka US$77 per barel, malah masuk ke US$79. Baru saja saya lihat ini sekarang, US$79 sudah, dan mendekati US$80," ucap Moshe kepada Bisnis, Senin (23/6/2025).

Moshe mengatakan, konflik di Timur Tengah yang kini melibatkan Amerika Serikat (AS) menjadi sentimen buruk bagi pasar. Harga minyak dunia benar-benar bisa naik drastis jika konflik berkepanjangan.

Di sisi lain, Indonesia sebagai net importir juga kebagian getahnya. Buntutnya, harga BBM dalam negeri bisa naik. Lebih jauh, kenaikan biaya energi itu dapat memperburuk kinerja industri.

"Sebagai net importer, dampaknya justru lebih besar atas kenaikan minyak ini ke BBM kita. Kemampuan industri untuk membayar itu akan jadi menurun. Dan itu yang sangat dikhawatirkan, produktivitas bisa menurun, daya saing kita juga menurun," jelas Moshe.

Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah memperkuat kemampuan fiskal. Apalagi, situasi global makin runyam imbas konflik dan perang tarif. Selain membuat harga minyak naik, Moshe menyebut hal itu juga dapat membuat nilai tukar rupiah melemah. Imbasnya, inflasi pun bisa meningkat.

Moshe mengatakan, jika inflasi naik, maka kegiatan industri dan investasi pun bakal tertekan. Hal ini membuat ekonomi Indonesia melemah.

"Nah di situ lah butuhnya peran pemerintah untuk memberikan insentif, memberikan bantuan, sehingga pemerintah sekarang harus sudah mulai menghemat," tutur Moshe.

Selat Hormuz merupakan salah satu jalur laut yang paling penting bagi lalu lintas pasokan minyak dunia. Di satu sisi, Pemerintahan Iran sedang dalam pembahasan untuk menutup selat tersebut.

Penutupan ini telah dibahas oleh Parlemen Republik Islam Iran pada Minggu, di mana mereka telah menyetujui usulan penutupan Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran.

Selat Hormuz, yang terletak di antara Oman dan Iran, menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Selat ini memiliki panjang hampir 161 kilometer (km) dan lebar 34 km pada titik tersempitnya, dengan jalur pelayaran di setiap arah hanya selebar 3 km.

Selat Hormuz cukup dalam dan lebar untuk dilalui kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia dan merupakan salah satu jalur minyak paling penting di dunia.

Volume minyak yang mengalir melalui selat ini sangat besar. Jika selat ditutup, hanya sedikit jalur alternatif perdagangan minyak yang tersedia.

Berdasarkan data U.S. Energy Information Administration (EIA), pada 2024, aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata mencapai 20 juta barel per hari (bph), atau setara dengan sekitar 20% dari konsumsi minyak bumi global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper