Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bappenas Pastikan Perhitungan Garis Kemiskinan Sedang Direvisi

Menurut Kementerian PPN/Bappenas, revisi standar garis kemiskinan sudah disiapkan sejak 5 tahun lalu. Pemerintah sedang melakukan finalisasi.
Warga beraktivitas di pemukiman kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Senin (11/9/2023). / Bisnis-Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di pemukiman kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Senin (11/9/2023). / Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Perencanaan Pembangunan Nasional alias Bappenas atau Kementerian PPN memastikan terdapat revisi atau pembaruan metode perhitungan garis kemiskinan nasional.

Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas Maliki mengungkapkan metode perhitungan garis kemiskinan belum pernah diperbaharui sejak 1997. Padahal, sambungnya, selama itu kondisi sosial ekonomi masyarakat sudah banyak berubah.

Dia mencontohkan pola konsumsi masyarakat sudah sangat berbeda dari dua dekade lalu, misalnya kini orang-orang banyak yang memesan makanan jadi daripada memasak sendiri. Selain itu kondisi kesejahteraan masyarakat juga relatif lebih baik, tercermin dari status Indonesia yang saat ini sudah menjadi negara kelas menengah-atas

Oleh sebab itu, Bappenas bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan para ahli sepakat merancang metode perhitungan garis kemiskinan yang lebih pas memotret kondisi masyarakat.

"Amanat untuk perubahan pengukuran [garis kemiskinan nasional] ini sudah ada di dalam RPJMN 2025—2029 dan persiapannya sudah 5 tahun ke belakang," ujar Maliki kepada Bisnis, Kamis (12/6/2025).

Apalagi, sambungnya, banyak negara lain yang sudah merevisi garis kemiskinannya. Hal itu tampak dari publikasi Bank Dunia yang mengadopsi basis perhitungan paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) 2021, tak lagi PPP 2017.

Akibatnya, kini garis kemiskinan negara berpenghasilan rendah naik dari US$2,15 menjadi US$3 per orang per hari, garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah-bawah naik dari US$3,65 menjadi US$4,2 per orang per hari, dan garis kemiskinan negara berpenghasilan menengah-atas naik dari US$6,85 menjadi US$8,3 per orang per hari.

Maliki menerangkan bahwa standar garis kemiskinan Bank Dunia itu ditentukan berdasarkan median atau nilai tengah dari garis kemiskinan negara berpenghasilan rendah, negara berpenghasilan menengah-bawah, dan negara berpenghasilan menengah-atas.

Artinya, jika terjadi kenaikan garis kemiskinan internasional versi Bank Dunia maka banyak negara yang sudah terlebih dahulu merevisi ke atas garis kemiskinan nasionalnya.

"Banyak sekali negara-negara itu sudah mengupdate garis kemiskinan mereka. Jadi hampir kalau tidak salah sekitar 60% negara-negara itu sudah meng-update [pembaharui]. Jadi ini sekarang kita harus meng-update, betul-betul harus meng-update," ujarnya.

Bansos Harus Lebih Efektif

Maliki mengakui bahwa konsekuensi perbaikan garis kemiskinan adalah peningkatan jumlah penduduk miskin. Dia menekankan bahwa perubahan jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan ini menjadi patokan kebijakan sistem penargetan program bantuan sosial (bansos) dan pemberdayaan. 

Selama ini target perlindungan sosial tidak hanya untuk penduduk miskin, tetapi juga untuk penduduk rentan miskin. Oleh sebab itu, diyakini penduduk kategori miskin yang bertambah akan tetap terlindungi oleh berbagai program bantuan pemerintah.

Maliki mencontohkan data BPS menunjukkan penduduk miskin mencapai 8,57% dari total populasi atau setara 24,06 juta orang, sementara penerima bantuan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) sekitar 40% penduduk termiskin. 

Selain itu, sambungnya, program keluarga harapan (PKH) diterima oleh 10 juta keluarga miskin. Jika satu keluarga miskin rata-rata memiliki 5 anggota maka PKH mencakup 50 juta penduduk.

Dia menekankan ke depan yang menjadi perhatian adalah akurasi penyaluran program tersebut. Menurutnya, hal itu sudah menjadi fokus utama pemerintah melalui penyusunan DTSEN atau Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional.

"Program bantuan pemerintah tetap, meskipun ada wacana penebalan, tetapi yang harus kita fokuskan nanti adalah konsolidasi supaya program-program tersebut betul-betul bisa menyasar orang-orang yang tepat dengan manfaat yang lebih optimal," jelas Maliki.

Dia menggarisbawahi yang harus menjadi fokus ke depan adalah, apakah berbagai program bansos itu berhasil menekan angka kemiskinan yang dihitung dengan metode terbaru.

Artinya jika metode perhitungan garis kemiskinan yang baru mulai berlaku pada tahun ini harus mampu konsisten dengan upaya penanggulangan kemiskinan, baik itu melalui bantuan sosial maupun pemberdayaan lainnya. Dengan perubahan metodologi yang tepat, pengukuran kemiskinan tahun depan harus dapat menggambarkan perubahan yang objektif. 

"Jadi sebenarnya masalahnya adalah seberapa efektif sih program yang kita kucurkan, karena uangnya udah cukup besar menurut saya. Jadi itu yang harus menjadi concern [perhatian] kita ke depan," ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper