Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Trump Tawari Ongkos Pulang Rp16,5 Juta untuk Imigran yang Sukarela Tinggalkan AS

Presiden AS Donald Trump menawarkan uang tunai sebesar US$1.000 dan tiket perjalanan pulang bagi para imigran gelap yang bersedia pulang secara sukarela.
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintahan Presiden Donald Trump menawarkan uang tunai sebesar US$1.000 atau sekitar Rp16,5 juta dan tiket perjalanan pulang bagi para imigran gelap yang bersedia meninggalkan Amerika Serikat secara sukarela.

Langkah ini menjadi strategi terbaru dalam upaya mempercepat deportasi massal sekaligus menekan anggaran penegakan hukum imigrasi.

Melansir Reuters, Selasa (6/5/2025), Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) menyatakan bahwa mereka yang memilih untuk pulang dengan bantuan aplikasi CBP Home akan menerima kompensasi tersebut setelah keberangkatan mereka ke negara asal terverifikasi.

Pejabat DHS menyebut program ini sebagai solusi yang lebih efisien ketimbang proses penangkapan dan deportasi paksa yang memakan biaya tinggi.

“Jika Anda berada di sini secara ilegal, pulang secara sukarela adalah pilihan paling aman dan paling ekonomis untuk menghindari penangkapan,” ujar Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem dalam pernyataan resminya.

Program ini mencerminkan perubahan kebijakan dalam penanganan deportasi yang dimulai awal tahun ini, lewat kampanye media sosial dan iklan televisi yang memperingatkan imigran agar segera pulang atau menghadapi deportasi dan larangan masuk permanen.

Di masa pemerintahan Joe Biden, aplikasi CBP One digunakan untuk menjadwalkan wawancara suaka. Namun kini, di periode kedua Trump, aplikasi itu diubah fungsinya menjadi alat untuk mendorong pemulangan mandiri.

Klaim pemerintah bahwa imigran yang pulang secara sukarela dapat kembali secara legal menuai keraguan.

Para pakar dan pengacara imigrasi mengingatkan bahwa sebagian besar imigran ilegal menghadapi larangan masuk otomatis selama bertahun-tahun, dan pengajuan pembebasan jarang disetujui.

Efektivitas program ini juga dipertanyakan. Christopher Blair, dosen politik di Universitas Princeton, menilai bahwa insentif keuangan mungkin mendorong pulang dalam jangka pendek, namun tak mampu mengatasi faktor utama migrasi seperti kemiskinan, kekerasan, dan ketidakstabilan politik.

“Anda bisa bayar seseorang untuk pulang, tapi tidak bisa bayar mereka agar tetap tinggal di sana,” kata Blair seperti dikutip Bloomberg.

DHS memperkirakan bahwa program ini dapat mengurangi biaya deportasi hingga 70%. Biaya rata-rata deportasi tradisional, yang mencakup penangkapan, penahanan, dan pemulangan, diperkirakan mencapai US$17.000 per orang.

Program ini telah mulai dijalankan, termasuk memulangkan seorang imigran dari Chicago ke Honduras. Jadwal penerbangan tambahan telah disiapkan untuk pekan ini dan berikutnya.

Peluncuran ini dilakukan di tengah realisasi deportasi yang belum memenuhi target pemerintah, meskipun sejumlah penggerebekan besar telah dilakukan. Sejak awal tahun, Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) mencatat 66.000 penangkapan dan sekitar 65.600 deportasi.

Pemerintah juga mulai mempersempit jalur imigrasi legal, termasuk menghentikan sebagian permohonan green card dan menolak memperpanjang Status Perlindungan Sementara (TPS) bagi warga Haiti dan Venezuela—kebijakan yang kini masih diblokir sementara oleh pengadilan.

Di sisi lain, angka penyeberangan di perbatasan selatan turun tajam ke titik terendah dalam beberapa dekade, yakni hanya sekitar 7.000 kasus pada Maret 2025.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper