Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Buntut Defisit Gas, Pengamat Soroti Potensi Kenaikan Harga

Pengamat migas menyoroti potensi kenaikan harga imbas potensi defisit gas di Indonesia untuk beberapa tahun ke depan.
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN
Ilustrasi infrastruktur pipa gas PGN/Dok. PGN

Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat minyak dan gas bumi (migas) menyoroti potensi kenaikan harga imbas potensi defisit gas di Indonesia untuk beberapa tahun ke depan.

Adapun potensi kekurangan gas itu pertama kali diungkapkan oleh PT PGN (Persero) Tbk (PGAS). Potensi kekurangan pasokan gas ini khususnya terjadi wilayah Jawa Barat hingga Sumatra bagian utara mulai 2025 sampai 2035 mendatang.

Bahkan, penurunan pasokan itu akan terjadi lebih dalam mulai 2028. Ini khususnya untuk wilayah Sumatra Utara. Wilayah ini bisa kekurangan gas hingga 96 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd).

Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai, harga gas pun berpotensi naik imbas defisit tersebut. Sebab, defisit terjadi saat demand di dalam negeri tinggi.

"Karena defisit pasokan sementara demand naik, maka harga gas akan semakin tinggi," kata Hadi kepada Bisnis, Kamis (1/5/2025).

Mantan Sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) itu berpendapat, potensi defisit gas di Jawa Barat bisa terjadi karena menurunya pasokan gas dari Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) PT Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) dan PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).

Kedua WKP itu selama ini menjadi tulang punggung pasokan di Jawa Barat. 

Hadi pun menyebut pasokan dari lapangan-lapangan migas di kedua blok tersebut sudah mulai sekitar tahun 1980-an. Lapangan tersebut sudah mengalami natural declining.

Sementara, penemuan baru dari hasil eksplorasi tidak signifikan. Di sisi lain, kebutuhan gas semakin naik. 

"Demikian juga defisit gas di Sumatra bagian utara dan Aceh. Lapangan Gas Arun sudah lama declining dan tidak mampu memberikan pasokan kepada industri di Aceh dan Sumatera Utara," imbuh Hadi.

Dia menuturkan, untuk sistem jaringan gas di Jawa Barat, sebenarnya sudah ada antisipasi gas dari Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) di Teluk Jakarta yang dikelola Nusantara Regas FSRU. 

Dengan fasilitas itu, gas dalam bentuk LNG yang berasal dari Bontang dan Tangguh di regasifikasi di tempat tersebut. Oleh karena itu, Hadi menilai seharusnya hal ini bisa dibuat open akses untuk sistem jaringan pipa gas Jawa Barat.

Demikian juga ada FSRU di Arun yang terhubung dengan Jaringan Gas Arun Aceh-Belawan di Sumatra Utara.

"Namun, kedua sistem tersebut karena menggunakan LNG harganya tentu lebih mahal, namun pasokan seharusnya tersedia karena gas di Bontang dan Tangguh masih cukup," tutur Hadi.

Hadi pun mengingatkan pemerintah untuk memastikan jaringan pipa gas Arun-Belawan terkoneksi dengan baik. Dengan begitu, distribusi gas bisa lebih optimal. 

Selain itu, jika diperlukan, pemerintah bisa membangun kembali jaringan gas Belawan-Kawasan Industri Sei Mangkei. Selanjutnya, jaringan gas itu dilanjutkan dari Sei Mangkei-Dumai. 

"Danantara bisa involve di pembangunan jaringan gas ini, untuk kepentingan rakyat dan industri," sambung Hadi.

Menurutnya, hal yang sama juga bisa dilakukan untuk interkoneksi jaringan pipa gas di Jawa. Hadi mengingatkan pemerintah bisa memastikan FSRU Nusantara Regas terkoneksi dengan jaringan pipa gas di Jawa Barat. 

"Selanjutnya Cisem II harus segera di bangun untuk memastikan jaringan pipa Trans Java Gresik-Cirebon tersambung. Sehingga jika ada kelebihan pasok di Jatim bisa ke Jabar," ucap Hadi.

Sebelumnya, Direktur Utama PT PGN (Persero) Tbk. Arief S Handoko mengungkapkan pasokan gas di wilayah Jawa Barat hingga Sumatra bagian utara berpotensi defisit mulai 2025 sampai 2035 mendatang.

Khususnya untuk wilayah Sumatra Utara, wilayah ini bisa kekurangan gas hingga 96 MMscfd. Arief juga mengungkapkan kondisi kekurangan pasokan gas bakal merambah ke wilayah lain mulai 2035. Wilayah itu seperti Sumatra bagian selatan dan tengah hingga Jawa bagian barat serta Lampung.

“Profil gas balance PGN periode 2025 sampai 2035 mengalami tren penurunan. Di sini yang akan sedikit lebih mengkhawatirkan di mana sejak 2025 short dari gas balance kita, dari 2025 sampai ke 2035 itu shortage-nya semakin membesar sampai minus 513 [MMscfd],” dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XII DPR RI, Senin (28/4/2025).

Menurutnya, penurunan pasokan gas itu terjadi lantaran penurunan produksi blok migas secara alami dan belum ditemukannya sumber gas baru. 

"Ini dipengaruhi atau disebabkan utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” katanya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper