Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

50 Negara Rayu AS soal Kebijakan Tarif, Bakal Dikabulkan Trump?

Lebih dari 50 negara dilaporkan meminta negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait kebijakan tarif resiprokal. Bagaimana respons Trump?
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg
Presiden AS Donald Trump menunjukkan perintah eksekutif yang telah ditandatangani saat pengumuman tarif di Rose Garden, Gedung Putih, Washington, DC, AS, pada hari Rabu (2/4/2025). Trump memberlakukan tarif pada mitra dagang AS di seluruh dunia, serangan terbesarnya terhadap sistem ekonomi global yang telah lama dianggapnya tidak adil. Fotografer: Jim Lo Scalo / EPA / Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Lebih dari 50 negara dilaporkan telah mencoba melakukan lobi hingga negosiasi dengan Amerika Serikat terkait dengan kebijakan tarif timbal balik atau resiprokal yang telah diputuskan oleh Presiden Donald Trump.

Melansir Al-Jazeera, Senin (7/4/2025) usai keputusan penetapan tarif timbal balik tersebut, harga saham AS dilaporkan telah turun hingga US$6 triliun. Alhasil, hingga saat ini kebijakan tersebut masih memicu kekhawatiran akan potensi kemerosotan ekonomi. 

Menteri Keuangan AS, Scott Bessent mengungkapkan bahwa lebih dari 50 negara telah memulai negosiasi dengan AS sejak tarif Trump diumumkan pada hari Rabu, tetapi tidak mengungkapkan negara-negara yang terlibat.

Menanggapi ketidakpastian respons pasar, Bessent mengeklaim bahwa keputusan Trump justru dipastikan bakal mengungkit ekonomi secara maksimum. Dia juga menepis kekhawatiran tentang resesi hingga ambruknya lapangan pekerjaan di AS.

Meski pemerintah AS optimis dengan kebijakan baru yang diambil oleh Trump, sejumlah ekonom justru mewanti-wanti keputusan itu dikhawatirkan bakal menyebabkan penurunan produk domestik bruto (PDB) AS.

Ekonom JP Morgan bahkan merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang semula diproyeksi bakal tembus 1,3% menjadi 0,3%.

“Tarif tersebut, yang ditujukan untuk menekan pemerintah asing agar memberikan konsesi, juga telah memicu pungutan balasan, termasuk pungutan besar dari Tiongkok, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan perang dagang global,” demikian laporan Al-Jazeera dikutip Senin (7/4/2025). 

Sementara itu, sekutu AS seperti Taiwan, Israel, India hingga Italia saat ini telah menyampaikan minatnya untuk bernegosiasi dengan AS untuk dapat terbebas dari pengenaan tarif timbal balik.

Perinciannya, pemimpin Taiwan disebut memohonkan keringanan tarif menjadi 0% sebagai langkah kerja sama lanjutan.

Sementara itu, PM Israel, Benjamin Netanyahu meminta agar AS dapat merevisi pengenaan tarif timbal balik sebesar 17% yang ditetapkan untuk barang Israel.

Pemerintah Indonesia juga diketahui bakal mengirimkan perwakilan untuk melakukan negosiasi dengan Presiden AS Donald Trump. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Donald Trump resmi menetapkan bahwa semua mitra dagang AS akan dikenakan tarif setidaknya 10%, sedangkan negara-negara yang dianggap memiliki hambatan tinggi terhadap barang-barang AS akan menghadapi tarif lebih besar.

Alasannya, seperti yang disampaikan dalam banyak pidatonya, Trump ingin mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) alias defisit APBN nol persen terhadap produk domestik bruto dalam masa pemerintahannya.

“Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” kata Trump di Rose Garden, Gedung Putih dilansir dari Reuters.

Produk-produk Indonesia sendiri dikenai tarif bea masuk sebesar 32%. Padahal, sebelumnya hanya 10%—bahkan beberapa barang konsumsi sepenuhnya bebas bea masuk karena Indonesia menikmati fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) yang diberikan oleh pemerintah AS kepada negara-negara berkembang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper