Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Rachman Gifar, Budi W. Soetjipto

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Berharap Banyak dari Danantara

Pebentukan Danantara merupakan puncak dari penyusunan payung korporasi atau holding di lingkungan perusahaan pelat merah.
Rachman Gifar, Budi W. Soetjipto
Selasa, 4 Maret 2025 | 15:05
Logo Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. JIBI/Akbar Evandio
Logo Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. JIBI/Akbar Evandio

Bisnis.com, JAKARTA — Pada 24 Februari lalu, Presiden Prabowo Subianto secara resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau dikenal sebagai Danantara. Tugas pokok Danantara sebenarnya simpel, mengelola aset sebesar US$980 miliar atau setara Rp15.978 triliun agar memberikan hasil yang optimal bagi negara.

Pembentukan Danantara dapat dikatakan merupakan sebuah klimaks dari rangkaian holdingisasi BUMN yang selama ini dijalankan oleh Kementerian BUMN. Saat menteri BUMN dijabat oleh Erick Thohir, Kementerian BUMN berhasil melakukan merger dan likuidasi yang mengurangi jumlah BUMN dari 114 perusahaan pada 2020 menjadi hanya 65 perusahaan pada akhir 2023.

Selain itu, Kementerian BUMN tercatat telah membentuk dan/atau menunjuk delapan perusahaan sebagai holding company. Puncak dari holding companies adalah Danantara, di mana sebagai awal terdapat tujuh BUMN besar yang asetnya di bawah kelolaan, yaitu PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., dan MIND ID.

Nantinya, seluruh BUMN bakal masuk ke Danantara. Tak heran bila Danantara digadang-gadang menjadi cikal bakal superholding BUMN.

Kebijakan holdingisasi perusahaan sebenarnya bukan hal baru di manajemen stratejik. Adalah Goold, Campbell, dan Alexander (1998) yang mempopulerkan holdingisasi dan menggunakan istilah corporate parenting.

Corporate parenting pada dasarnya menggambarkan peran perusahaan induk dalam mengelola dan memfasilitasi anak perusahaan untuk mencapai tujuan strategis dan meningkatkan kinerja keseluruhan grup. Dalam corporate parenting, perusahaan induk bertanggung jawab untuk memberikan arahan strategis, dukungan sumber daya, dan pengawasan bagi anak perusahaan.

Dengan demikian, perusahaan induk harus mampu memberikan kontribusi berupa peningkatan nilai dan kinerja anak-anak perusahaan sehingga mereka lebih sukses dibandingkan dengan jika berdiri sendiri. 

Selain itu, sebagai perusahaan induk, Danantara harus mampu mengembangkan kapasitas anak-anak perusahaan, baik secara korporat maupun human capital mereka. Upaya pengembangan tersebut tak sekedar menyediakan pelatihan, tapi, lebih luas lagi, membenahi disain organisasi anak-anak perusahaan agar proses pengambilan keputusan dapat lebih responsif tanpa mengurangi akurasinya.

Danantara juga harus mampu menciptakan sinergi dengan mendorong kolaborasi dan berbagi pengetahuan antara anak perusahaan untuk memaksimalkan efisiensi dan inovasi.

Riset Boston Consulting Group (2012) menunjukkan ada enam jenis strategi yang umum diterapkan oleh sebuah perusahaan induk. Pertama, adalah strategi Hands-Off Ownership yang berfokus pada akuisisi dan divestasi bisnis dengan intervensi minimal dalam keputusan strategis atau operasional.

Kedua, Financial Sponsorship yang berfokus pada penyediaan sumber daya finansial bagi masing-masing anak perusahaan tanpa keterlibatan strategis yang mendalam. Ketiga, Synergy Creation yang berfokus pada pemanfaatan sinergi operasional, penjualan, dan pemasaran antar anak perusahaan.

Keempat, Strategic Guidance yang berfokus kepada pemberian arahan strategis sambil memberdayakan anak-anak perusahaan untuk beroperasi secara mandiri. Kelima, Functional Leadership yang berfokus kepada pembangunan keunggulan di fungsi korporasi tertentu untuk mendukung kesuksesan jangka panjang anak perusahaan. 

Keenam, Hands-On Management yang merupakan pendekatan yang paling intervensif, melibatkan pengawasan detail dan keterlibatan operasional. 

Jenis Strategi yang Tepat

Setiap strategi pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan, yang relevansinya bergantung pada struktur perusahaan, kompleksitas portofolio, dan industri.

Danantara perlu mempertimbangkan dengan cermat jenis strategi mana yang paling tepat untuk diterapkan bagi portofolionya agar mampu mengoptimalkan nilai tambahnya. Tentu saja, strategi yang diterapkan dapat berubah dari masa ke masa, menyesuaikan kondisi pasar dan kapabilitas perusahaan induk dan anak-anak perusahaannya.

Mengingat dana kelolaannya yang sedemikian besar, lebih dari tiga kali angka APBN Indonesia, pilihan strategi pengelolaan yang tepat dan sinergi dengan Kementerian BUMN menjadi dua kunci utama.

Kewenangan pengelolaan investasi memang berada di tangan Danantara, namun pertanyaannya, ada banyak ragam investasi di BUMN. Apakah ada pembatasan nilai investasi yang akan dikelola Danantara, sementara selebihnya tetap di tangan BUMN masing-masing?

Pertanyaan berikutnya adalah apakah pembinaan dan pengembangan BUMN akan (sebagian) berada di tangan Danantara?

Seberapa besar kewenangan Kementeria BUMN dalam membina dan mengembangkan BUMN? Dan masih banyak pertanyaan lain yang semoga dapat dijawab secara cepat dan tepat oleh Danantara melalui kiprah-kiprahnya nanti.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper