Bisnis.com, JAKARTA — Rapat kerja Komite IV DPD RI bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dilakukan secara tertutup di Gedung B DPD, kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (18/2/2025).
Padahal sebelumnya, Ketua Komite IV DPD RI Ahmad Nawardi menyatakan bahwa rapat yang diagendakan membahas kinerja 2024 dan program kerja 2025 Kemenkeu, proyeksi APBN-P Tahun 2025 hingga PNBP, dinyatakan terbuka.
"Rapat kerja Komite IV DPD RI membahas Capaian Kinerja 2024 dan Program Kerja Tahun 2025 Kementerian Keuangan, isu-isu aktual di bidang keuangan dan pengawasan atas UU No. 9/2018 tentang PNBP, kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum," ujarnya saat membuka rapat, Selasa (18/2/2025).
Rapat terpantau mulai pukul 10.14 WIB dan dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati didampingi oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu.
Rapat yang juga disiarkan melalui kanal YouTube DPD RI terpantau hanya berlangsung selama 13 menit dan 10 detik, sebelum siaran tersebut dimatikan. Bahkan, kini siaran YouTube tersebut sudah tidak tersedia di kanal milik DPD.
Menurut sumber yang berada di lokasi rapat, Sri Mulyani meminta agar rapat tersebut dilakukan secara tertutup.
Baca Juga
Dalam penjelasan pengantar, Ketua Komite IV DPD Ahmad Nawardi menyinggung terkait penerimaan negara yang perlu diperhitungkan kembali setelah 65 BUMN digabung di bawah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
"Status Danantara inilah yang membuat perusahaan BUMN yang dikelola Danantara bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan sehingga tidak ada lagi yang namanya pendapatan dari PNBP dari BUMN tersebut," jelas Ahmad.
Oleh karena itu, pihaknya merasa perlu merevisi PNBP dalam Undang-Undang PNBP dan harus mencari solusi pengganti penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari dividen BUMN.
Bukan hanya soal itu, Ahmad juga menyoroti terkait sistem inti perpajakan atau Coretax yang baru meluncur pada 1 Januari 2025. Pasalnya, menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak, selama Januari 2025 hanya berhasil menerbitkan 20 juta faktur pajak dari Januari 2024 yang mencapai 60 juta faktur pajak.
DPD mewanti-wanti penerimaan pajak di masa pelaporan ini tidak akan mencapai target dan berdampak pada kebutuhan pembiayaan negara.
Ahmad juga menyinggung terkait efisiensi anggaran yang dilakukan di tengah penerimaan negara yang dibayang-bayang tidak capai target, akan membuat defisit anggaran semakin lebar.
"Ibu Menteri yang saya hormati, jika target penirimaan negara tak tercapai dan belanja tidak dikurangi sejak awal, defisit akan semakin melebar," lanjutnya.
Di sisi lain, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk membayar pokok utang maupun bunga utang yang totalnya sekitar Rp1.352 triliun.