Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Federal Reserve (The Fed) Christopher Waller menilai kebijakan menaikkan tarif impor Donald Trump yang dibalas oleh negara mitra tidak akan mempengaruhi laju inflasi.
Melansir Financial Times pada Selasa (18/2/2025), Waller mengatakan bahwa tarif Trump hanya akan sedikit menaikkan harga dan tidak akan bertahan lama. Pernyataan tersebut merupakan sebuah sinyal bahwa gubernur The Fed yakin bahwa kebijakan tarif tinggi produk impor oleh pemerintahan baru di bawah Presiden Trump tidak akan mempengaruhi pengambilan keputusan bank sentral.
“Saya lebih suka melihat dampak ini,” kata Waller.
Pertumbuhan yang kuat dan tekanan harga yang kaku telah membuat The Fed berada dalam sikap menunggu dan melihat, dengan ketidakpastian mengenai dampak kebijakan perdagangan yang menambah keengganan para bankir sentral untuk menurunkan suku bunga meskipun Trump mengklaim bahwa biaya pinjaman AS harus turun “banyak.”
Kisaran target acuan The Fed sekarang adalah 4,25% - 4,5%, menyusul pemotongan sebesar 1% pada akhir tahun 2024.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang menetapkan suku bunga sepakat bahwa suku bunga jangka pendek AS perlu dipertahankan untuk saat ini.
Baca Juga
Namun beberapa anggotanya, seperti Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee dan Ketua Fed Cleveland Beth Hammack, lebih khawatir dibandingkan Waller bahwa kebijakan perdagangan Trump akan berdampak lebih lama terhadap harga minyak AS.
Ketua Fed Jay Powell menegaskan FOMC belum memiliki bukti untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai arah kebijakan perdagangan yang akan mendorong harga.
Sejauh ini, satu-satunya tarif yang diterapkan adalah pungutan 10% terhadap seluruh impor China. Trump juga mengancam akan mengenakan tarif sebesar 25% pada semua impor dari dua mitra dagang terbesar AS – Meksiko dan Kanada, yang keputusannya akan ditetapkan pada awal Maret.
Retribusi sebesar 25% terhadap impor aluminium dan baja diusulkan pada pertengahan Maret, begitu pula ancaman tarif timbal balik terhadap negara-negara yang dianggap pemerintah merugikan perusahaan AS melalui hambatan perdagangan besar atau pajak lebih tinggi.
Waller mengatakan, meskipun data tersebut tidak mendukung penurunan suku bunga kebijakan saat ini, inflasi dapat kembali turun pada kuartal mendatang karena perusahaan cenderung menaikkan harga pada awal tahun. Inflasi AS secara tak terduga naik menjadi 3 persen pada bulan Januari, memperkuat ekspektasi The Fed tidak akan menurunkan biaya pinjaman dalam waktu dekat.
“Saya akan mengamati data selama beberapa bulan ke depan untuk mengevaluasi apakah kita mengalami pengulangan data inflasi kuartal pertama yang tinggi yang dapat diikuti oleh angka yang lebih rendah di akhir tahun ini,” katanya.
Dia menambahkan jika kondisi inflasi tahun 2025 seperti pada 2024, penurunan suku bunga akan tepat dilakukan pada tahun ini.
Waller juga mengatakan kebijakan moneter tidak dapat ditunda tanpa batas waktu, meskipun ada ketidakpastian mengenai kebijakan ekonomi seperti apa yang akan diumumkan oleh Gedung Putih.
“Jika data yang masuk mendukung penurunan suku bunga lebih lanjut atau tetap menunda kebijakan, maka kita harus melakukannya terlepas dari seberapa jelas kebijakan yang diambil pemerintah. Menunggu ketidakpastian ekonomi mereda adalah resep bagi kelumpuhan kebijakan," ujar Waller.