Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan kebijakan baru DHE SDA menjadi jurus Prabowo dalam menjaga sistem keuangan dan ekonomi Tanah Air di tengah ketidakpastian global.
Pasalnya, kebijakan ekonomi dan geopolitik serta suku bunga diperkirakan akan tetap tinggi di tingkat global. Terlebih, pelemahan ekonomi China, perubahan iklim, dan kebijakan Trump 2.0 yang lebih proteksionisme dan lebih mengedepankan bilateral menjadi kekhawatiran sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Ketidakpastian saat ini juga terlihat dengan kinerja dolar AS yang kuat dan akan menjadi beban bagi Indonesia.
"Oleh karena itu pemerintah menetapkan kewajiban DHE SDA ini dalam sistem keuangan ditingkatkan menjadi 100% dalam waktu 12 bulan," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (17/2/2025).
Adapun, kebijakan baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8/2025 yang mengubah PP 36/2023 tentang DHE SDA yang terbit tepat hari ini. Kebijakan anyar ini hanya berlaku untuk eksportir di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan.
Sementara DHE SDA dari sektor minyak dan gas mengacu kepada PP No.36/2023, yakni penempatan minimal 30% di sistem keuangan Indonesia, paling singkat tiga bulan sejak penempatan di rekening khusus DHE SDA.
Baca Juga
Di samping itu, pemerintah terus menjaga keberlangsungan usaha eksportir meski hasil devisa ditahan 100%.
Alhasil, eksportir dapat menggunakan devisa hasil ekspor dalam bentul valuta asing atau valas untuk kewajiban pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan kewajiban lainnya kepada pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan.
Menurut ketentuan baru ini, kewajiban penempatan devisa hasil ekspor untuk sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan akan meningkat menjadi 100% dengan jangka waktu 12 bulan sejak penempatan. Aturan ini berlaku mulai 1 Maret 2025.
Sebelumnya Presiden Prabowo Subianto memperkirakan, dengan penerapan kebijakan ini, devisa hasil ekspor Indonesia pada 2025 akan meningkat sekitar US$80 miliar atau diperkirakan akan lebih dari US$100 miliar dalam 12 bulan penuh.