Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina New Renewable Energy (PNRE) disebut menguasai 79% pangsa pasar dalam transaksi perdagangan di bursa karbon. PNRE juga merupakan pemasok karbon pertama di IDXCarbon sejak pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023.
Total transaksi karbon yang telah dilakukan PNRE hingga saat ini sebanyak 101 transaksi dari total keseluruhan transaksi d IDXCarbon sebanyak 155 pembelian. Volume penjualan PNRE mencapai 864.000 ton CO2e dari total 1,1 juta ton CO2e karbon kredit.
Corporate Secretary PT Pertamina Power Indonesia Dicky Septriadi mengatakan karbon kredit tersebut berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Lahendong Unit 5 & 6.
"Ini kita sudah sold volume-nya yang Lahendong unit 5 dan 6, kita available-nya tinggal sedikit ya, sisanya sekitar 380.000 ton CO2e," kata Dicky dalam Bisnis Indonesia Forum, Rabu (12/2/2025).
Pertamina NRE tengah melanjutkan rencana untuk memproduksi karbon kredit dalam jangka waktu pendek dan menengah melalui aset berbasis teknologi. Rencana tersebut bersumber dari potensi dari Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) Sei Mangkei yang memiliki kapasitas 2,4 MW dengan produksi karbon 50.000 ton CO2e per tahun.
Dalam proyek ini, Pertamina NRE menjalin kemitraan strategis dengan PTPN III untuk komersialisasi kredit karbon dari PLTBg Sei Mangkei. PLTBg merupakan salah satu pembangkit listrik dengan energi terbarukan yang dapat dihitung kredit karbonnya dari dua sisi, yaitu dari pembangkitan energi bersihnya serta dari tangkapan gas metana yang tak terlepas ke atmosfer.
Baca Juga
Selanjutnya, gas metana tersebut lalu diproses untuk menghasilkan energi listrik dengan kapasitas 2,4MW. Dari proyek ini, estimase karbon kredit yang dihasilkan dari sektor limbah sebanyak 120.000 ton CO2e dan 31.000 ton CO2e.
"PLTBg Sei Mangkei ini menariknya karena apa? Karena ini tuh kita memanfaatkan limbah cairan sawit [POME]. Jadi limbah cair sawit itu kalau dibuka ke udara itu tingkat bahayanya 40 kali daripada limbah yang reguler," tuturnya.
Lebih lanjut, untuk menggairahkan perdagangan karbon Indonesia pihaknya menilai perlu kebijakan khusus dari pemerintah. Hal ini tak lain untuk mendukung transisi energi dan target Net Zero Emission 2060.
"Selama masih voluntary itu masih sulit, selama kita gak ada affirmative access dari regulator kita gak akan bisa jalan," tuturnya.