Dalam perjalanannya, kehadiran operasi Tambang Mas Sangihe mendapat penolakan dari warga Sangihe pada 2020. PT TMS kemudian memenangkan gugatan terhadap warga dalam kasus sengketa perizinan tersebut.
Namun, seiring berjalannya rangkaian persidangan, warga Pulau Sangihe berhasil menghentikan rencana operasi penambangan emas oleh PT TMS. Keberhasilan warga itu bermula dari putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi menteri ESDM.
Putusan MA kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian ESDM dengan mencabut izin operasi perusahaan pada 8 September 2023. Namun demikian, pihak PT TMS mengeklaim perusahaan masih memegang izin yang sah yakni berupa kontrak karya.
Tambang Mas Sangihe merupakan perusahaan pemegang kontrak karya generasi 6 dan telah melakukan eksplorasi sejak 1997. Pada 15 Oktober 2019, perusahaan ini telah memperoleh persetujuan tekno-ekonomi atas dokumen studi kelayakan dari Ditjen Minerba.
Berdasarkan persetujuan tekno-ekonomi dan persetujuan lingkungan dari Pemprov Sulut, PT TMS telah meningkatkan tahap menjadi tahap operasi produksi pada 29 Januari 2021.
Adapun, pencabutan izin operasi PT TMS tertuang pada Keputusan Menteri ESDM No.13.K/MB.04/DJB.M/2023. Surat Keputusan (SK) Menteri itu diterbitkan sekitar delapan bulan setelah putusan Mahkamah Agung (MA) No.650 K/TUN/2022 pada 12 Januari 2023.
Baca Juga
Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht itu pada pokoknya menolak permohonan kasasi menteri ESDM dan PT TMS terkait tindak lanjut izin operasi perusahaan tersebut.
Alhasil, berdasarkan SK Menteri ESDM tersebut, PT TMS dilarang untuk melaksanakan kegiatan operasi produksi yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, dan/atau pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
"PT Tambang Mas Sangihe wajib melaksanakan seluruh kewajiban yang belum diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pada saat Keputusan Menteri ini ditetapkan," demikian bunyi SK Menteri itu.
Namun demikian, informasi yang dihimpun Bisnis mengungkap bahwa SK Menteri tersebut hanya mencabut izin operasi dari PT TMS. Sementara itu, kontrak karya dari perusahaan tersebut masih berlaku sehingga perusahaan masih bisa mengajukan kembali izin yang sempat dicabut ke Kementerian ESDM.
Sebelumnya, Senior In-House Legal Counsel PT TMS Rico Pandeirot menjelaskan bahwa PT TMS masih merupakan pemegang kontrak karya (KK) dengan pemerintah. Adapun putusan MA yang memenangkan warga Sangihe pada awal tahun lalu itu, lanjutnya, hanya membatalkan Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi atau salah satu tahapan dalam kontrak.
"Jadi kami masih memegang izin yang sah karena bukan kontrak yang dibatalkan," tuturnya.