Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi hasil pemilihan umum Amerika Serikat (AS) tidak berdampak signifikan terhadap perdagangan maupun investasi antara Indonesia—AS.
Hasil pemilu mengungkapkan bahwa Capres AS dari Partai Republik, Donald Trump, kembali terpilih sebagai Presiden AS.
Ketua Umum Apindo 2023–2028 Shinta Widjaja Kamdani melihat bahwa selama ini parameter pertumbuhan ekspor Indonesia ke AS tidak berubah signifikan antara era Trump dengan era Joe Biden. Begitu pula dengan pertumbuhan investasi AS di Indonesia.
Menurutnya, baik Trump maupun Biden hanya menciptakan pertumbuhan aktivitas ekonomi bilateral secara modest, yakni di kisaran 5—10% per tahun.
Dia juga menilai konsentrasi kerja sama ekonomi tidak banyak mengalami perubahan, kecuali pada aspek kerja sama perubahan iklim dan transisi energi di era Biden.
“Kami tidak memiliki ekspektasi besar bahwa pemilu AS ini akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan perdagangan atau investasi Indonesia—AS bila dibandingkan dengan yang sudah terjadi selama ini,” kata Shinta kepada Bisnis, Rabu (6/11/2024).
Baca Juga
Namun, Shinta menilai perbedaan yang besar kemungkinan terjadi hanya pada perubahan pendekatan hubungan bilateral antara Indonesia—AS. Artinya, Trump akan memiliki pendekatan yang transaksional.
“Selain itu, kami rasa akan ada dampak terhadap kelangsungan program kerja sama transisi energi yang dimiliki Indonesia dengan AS seperti dalam skema JETP [Just Energy Transition Partnership] atau skema IPEF [Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity] bila Trump yang terpilih sebagai Presiden AS. Namun, selebihnya kami rasa akan relatif sama,” ungkapnya.
Dengan kemenangan Trump, Indonesia berpeluang bisa mengupayakan perjanjian Limited Trade Deals (LTD) dengan AS agar produk-produk ekspor unggulan Indonesia ke AS bisa memperoleh pengaruh perdagangan bila menggunakan bahan baku asal AS, seperti produk garmen.
Kendati demikian, lanjut Shinta, Indonesia juga terancam kehilangan fasilitas program preferensi perdagangan atau (Generalized System of Preferences/GSP) AS, karena indonesia memiliki surplus perdagangan yang besar dengan AS.
“Jadi LTD pun bisa jadi tidak memberikan benefit yang diharapkan oleh Indonesia karena Trump juga punya kepentingan mengurangi surplus perdagangan Indonesia terhadap AS,” tuturnya.
Asosiasi juga melihat, Trump bisa mencari celah untuk mencegah produk Indonesia masuk ke AS, jika surplus Indonesia terhadap AS terlalu besar.
Di samping itu, Trump juga dinilai mudah melarang impor produk tertentu lantaran alasan keamanan nasional, seperti yang terjadi pada kasus impor besi-baja di AS yang dihentikan oleh Trump di awal perang dagang.
Sama halnya di era Joe Biden, Shinta menyebut ada banyak kebijakan perdagangan era Trump yang diteruskan oleh Biden dan diperluas untuk komoditas tertentu seperti EV melalui kebijakan Inflation Reduction Act (IRA).
“Jadi tidak ada yang lebih mudah, semuanya tergantung pada respons kebijakan Indonesia sendiri dalam hal meningkatkan daya saing investasi dan ekspor Indonesia ke pasar AS,” pungkasnya.