Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto bertekad untuk mewujudkan swasembada energi selama menjabat kepala negara 5 tahun ke depan.
Cita-cita itu berulang kali disampaikan dalam pidato pelantikan maupun dalam Sidang Kabinet Paripurna perdana di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Untuk mewujudkan hajat tersebut tentu bukan hal mudah. Pemerintah dihadapkan sejumlah tantangan, salah satunya impor minyak dan gas bumi (migas) RI yang masih tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor migas Indonesia per September 2024 naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Lihat saja, impor migas RI sepanjang Januari hingga September 2024 mencapai US$26,74 miliar atau setara Rp416,89 triliun (asumsi kurs Rp15.589 per dolar AS).
Angka tersebut pun lebih tinggi dibanding nilai impor migas pada periode yang sama tahun lalu. Saat itu, impor migas RI mencapai US$22,43 miliar atau setara Rp349,78 triliun sepanjang Januari hingga September 2023.
Lebih terperinci, impor migas sampai dengan kuartal III/2024 yang mencapai US$26,74 miliar itu terdiri atas US$2,69 miliar pada Januari 2024, US$2,97 miliar pada Februari 2024, dan US$3,32 miliar pada Maret 2024.
Lalu, impor migas mencapai US$2,98 miliar pada April 2024, US$2,74 miliar pada Mei 2024, serta US$3,27 miliar pada Juni 2024. Kemudian, impor migas mencapai US$3,55 miliar pada Juli 2024, US$2,64 miliar pada Agustus 2024, dan US$2,52 pada September 2024.
Swasembada energi menjadi salah satu agenda besar yang dibidik oleh Prabowo. Selain kedaulatan energi, dia juga ingin Indonesia mewujudkan kemandirian pangan.
Presiden ke-8 RI itu pun mewanti-wanti jajaran menteri di kabinetnya agar tidak memasukkan proyek mercusuar pada program pemerintah sehingga fokus mengejar target kemandirian pangan dan energi tidak teralihkan.
Khusus swasembada energi, dia menilai itu ada keniscayaan guna menghadapi kemungkinan terburuk bila terjadi krisis di tengah konflik geopolitik yang memanas.
Baca Juga
Bila tak mampu swasembada energi, Indonesia yang saat ini masih bergantung pada impor minyak dan LPG bisa kewalahan ketika sewaktu-waktu negara lain membatasi akses pasokan energinya.
“Kita juga harus swasembada energi. Dalam keadaan ketegangan dalam keadaan kemungkinan terjadi perang di mana-mana, kita harus siap dengan kemungkinan yang paling jelek,” kata Prabowo.