Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap rencana untuk berbenah industri manufaktur melalui roadmap atau peta jalan 3 tahun yang salah satunya fokus pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Plt. Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita mengatakan sistem neraca komoditas (NK) dapat menjadi opsi yang diterapkan untuk tata kelola kebutuhan dan pasokan industri TPT.
Neraca Komoditas merupakan sistem yang memonitor aliran importasi sesuai kebutuhan industri dalam negeri. Hal ini seiring dengan relaksasi impor industri pakaian jadi lewat regulasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8/2024).
"Permendag 8/2024 sudah dihapus [pengetatan impor] pakaian jadi, kemarin mengusulkan lagi. Pelan-pelan harus punya itu (NK), NK itu kan ada rencana kebutuhan, ada suplainya juga," kata Reni di Kantor Kemenperin, Senin (21/10/2024).
Reni menerangkan, industri TPT saat ini harus dijaga utilisasi kapasitas produksinya. Caranya dengan mengoptimalisasi bahan yang sudah dapat diproduksi dalam negeri.
Artinya, apabila kebutuhan barang jadi maupun bahan baku sudah mampu dipenuhi industri lokal, maka importasi dapat lebih diperketat. Menurut Reni, instrumen tata kelola pasokan dan kebutuhan industri mesti dijaga.
Baca Juga
"NK itu sebenarnya basisnya data demand kebutuhan dan supply, kalau yang itu [ada] kita RK [rencana kebutuhan], kalau ini kan kita suplainya," ujarnya.
Kemenperin selama ini mengelola data supply atau pasokan yang dihasilkan industri, sedangkan untuk kebutuhan yang menerbitkan Persetujuan Impor (PI) Kementerian Perdagangan.
"Ketika kita punya data kebutuhan menjadi dasar, apakah memang dengan kebutuhan yang ada supply kita gak cukup nih untuk itu kita harus tingkatkan, tetapi kalau suplainya lebih tinggi dari kebutuhan seharusnya gak ada impor, kecuali dengan spek tertentu," jelasnya.
Lebih lanjut, Reni menerangkan urgensi pemisahan beberapa kode harmonized system (HS) untuk industri TPT dalam negeri yang masih tercampur. Padahal, produk tekstil beragam, spesifikasi dan karakteristik yang berbeda.
"Itu yang menyebabkan kesulitan ketika sudah ada di dalam negeri harusnya kita tutup [importasi], ternyata itu tercampur di dalam HS yang sama, itu juga harus jadi perhatian," pungkasnya.