Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani mengungkapkan bahwa investor asing lebih memilih menanamkan modalnya di Malaysia daripada Indonesia karena kurangnya industri hijau di Tanah Air.
Rosan menjelaskan, industri-industri di Indonesia masih ditenagai oleh energi kotor. Padahal, menurutnya, banyak investor asing hanya ingin menanamkan modal ke industri-industri hijau.
"Banyak investasi yang mau ke Indonesia, contohnya data center. Tapi mereka setelah melihat, mereka beralih ke negara lain misalnya Malaysia karena mereka ingin penyediaan dari tenaganya adalah energi hijau," ujar Rosan di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta Selatan, Selasa (15/10/2024).
Oleh sebab itu, Rosan yang pernah memiliki posisi tinggi di sejumlah perusahaan batu bara seperti PT Berau Coal Energy dan PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) itu, mengaku akan terus mendorong agar pemerintah fokus membangun industri-industri hijau. Jika tidak maka ke depan investor asing akan semakin sulit berinvestasi ke Indonesia.
Apalagi, menurut mantan bos Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu, target investasi pada tahun depan tidak sedikit yaitu dalam rentang Rp1.868,2 triliun sampai dengan Rp1.905,6 triliun.
"Kita harus lebih mengakselerasi penyediaan energi hijau. Itu kalau kita ingin terus maju dan berkembang, dan juga menarik investasi, itu menjadi hal yang perlu dilakukan," jelas Rosan.
Baca Juga
Ketika berbicara dengan calon investor asing, Rosan mengaku bahwa mereka meminta pemerintah menciptakan ekosistem usaha yang nyaman di Indonesia seperti penyediaan energi bersih untuk tenagai pabrik-pabrik atau manufaktur.
"Beberapa perusahaan juga yang ingin berinvestasi di EV Car contohnya, electric manufacturing di mobil. Ya mereka ingin membuat electric car dari clean energy, dari renewable energy [energi bersih, energi terbarukan]," ungkapnya.
Lebih lanjut, Rosan mengingatkan bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Menurutnya, target tersebut bisa tercapai apabila kontribusi investasi kepada pertumbuhan ekonomi bisa ditingkatkan.
Selama ini, lanjutnya, konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi 53%—54%. Sementara itu, investasi masih berkontribusi sekitar 25%—26%.