BIsnis.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengklaim Indonesia menghabiskan devisa Rp500 triliun per tahun untuk impor minyak dan gas (migas).
Menurutnya, hal itu terjadi tak lepas lantaran RI saat ini masih ketergantungan impor, khususnya minyak. Bahlil menyebut larinya devisa itu turut membuat nilai tukar rupiah bergejolak.
"Setiap tahun, kita itu menghabiskan devisa kita sekitar Rp500 triliun. Makanya nilai tukar dolar kita agak sedikit maju-mundur-maju-mundur," jelas Bahlil dalam acara Repnas National Conference, di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Berdasarkan data yang dia kantongi, kebutuhan minyak RI mencapai 1,6 juta barel per hari (bopd). Sedangkan, produksi minyak Indonesia pada 2023 saja tercatat mencapai 606.000 bopd. Dengan kata lain, Indonesia harus mengimpor minyak untuk menutupi selisih antara kebutuhan dan produksi tersebut.
Kendati, pemerintah tak bergeming. Bahlil menuturkan pihaknya terus mengupayakan peningkatan produksi minyak. Salah satunya, dengan mengaktifkan sumur-sumur yang berstatus tidak beroperasi alias idle.
Bahlil memaparkan saat ini terdapat 16.990 sumur idle. Dari jumlah tersebut, terdapat 4.495 sumur yang memiliki hidrokarbon potensial. Dengan kata lain, sumur tersebut masih bisa digunakan kembali.
Baca Juga
Adapun mayoritas sumur idle yang berpotensi aktif lagi itu, menurut Bahlil dipegang oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Memang, pemerintah memprioritaskan pengelolaan sumur kepada perusahaan pelat merah.
Namun, Bahlil mengingatkan jika BUMN tak mampu memanfaatkannya, sumur tersebut bisa dilelang ulang ke swasta. Bahkan, Bahlil mengaku sudah meminta SKK Migas untuk menindaklanjuti hal tersebut.
"Kalau tidak jalan, kita minta segera dikerjasamakan dengan pengusaha swasta. Baik dalam negeri, maupun luar negeri," katanya.