Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap dampak eskalasi konflik di Timur Tengah terhadap ketahanan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa pihaknya terus mencermati dinamika sentimen global terhadap APBN Indonesia. Dia menuturkan, APBN disiapkan untuk menjadi shock absorber terhadap guncangan sentimen global yang dapat muncul sewaktu-waktu.
Dia menambahkan, upaya meredam sentimen global tersebut terutama diarahkan kepada hal-hal yang dapat berdampak langsung ke masyarakat. Febrio menuturkan, Ada mekanisme-mekanisme eksisting di dalam anggaran negara yang dapat digunakan untuk meredam guncangan global, termasuk eskalasi konflik yang tengah terjadi di Timur Tengah.
Febrio mengatakan, eskalasi konflik Timur Tengah tidak akan berdampak signifikan terhadap anggaran negara di sisa 2024. Apalagi, kondisi perekonomian di dalam negeri juga cenderung optimal seiring dengan penguatan nilai tukar rupiah dan tren pelonggaran kebijakan moneter.
"Terkait dampak konflik di Timur Tengah, sampai akhir tahun ini untuk pelaksanan APBN 2024 relatif sudah aman. Apalagi, kemarin rupiah juga sempat menguat cukup banyak dan tingkat suku bunga juga mulai turun. Kemudian, harga komoditasnya juga sudah mulai lebih rendah dibandingkan pertengahan tahun kemarin," jelas Febrio di Kantor Kemenkeu, Jakarta pada Jumat (4/10/2024).
Adapun, Febrio menambahkan pihaknya juga akan terus memantau perkembangan konflik ini terhadap ketahanan anggaran pada tahun depan. Dia menuturkan, Kemenkeu akan menyiapkan langkah-langkah antisipasi dan mitigasi terkait potensi eskalasi konflik tersebut terhadap APBN 2025 mendatang.
Baca Juga
"Tantangan berikutnya tentu bagaimana kita mengantisipasi dan mitigasi untuk 2025 dengan situasi yang mungkin masih akan tetap sama," tambahnya.
Sebelumnya, APBN per Agustus 2024 mencatatkan defisit Rp153,7 triliun. Belanja yang semakin jumbo menjadi faktor utama defisit anggaran kian melebar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit APBN mencapai Rp153,7 triliun atau setara 0,68% terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit itu melebar dari posisi bulan sebelumnya atau Juli 2024, yaitu Rp93,4 triliun atau 0,41% terhadap PDB.
"Defisit APBN hingga akhir Agustus Rp153,7 triliun atau 0,68% dari PDB. Masih dalam track sesuai dengan UU APBN 2024,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani memaparkan bahwa penerimaan negara sepanjang Januari—Agustus 2024 mencapai Rp1.777 triliun atau setara 63,4% dari target penerimaan. Penerimaan itu tercatat turun 2,5% dari periode yang sama tahun sebelumnya.