Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Kelapa RI Kalah Saing dari Filipina, Bappenas Luncurkan Peta Jalan Hilirisasi 2025-2045

Bappenas menyoroti industri kepala di Indonesia yang kalah saing dari Filipina.
Proses pengolahan kelapa di Lombok Utara./Bisnis
Proses pengolahan kelapa di Lombok Utara./Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerin Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Pengerencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyoroti Indonesia yang kalah saing dari Filipina soal pemanfaatan kelapa dan produk turunannya.

Menteri PPN/Kepala Suharso Monoarfa menyatakan untuk merealisasikan industri kelapa yang kuat, pihaknyanya meluncurkan peta Jalan Hilirisasi Kelapa 2025-2045. 

Dokumen ini merupakan tindak lanjut dari amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, yang selaras dengan Asta Cita milik presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming. 

Dia mengatakan, tantangan utama industri kelapa adalah perkebunan dan industri didominasi oleh perorangan.

“99% [industri] kelapa ini dilakukan usahanya oleh masyarakat. Karena itu kami berharap hilirsasi kelapa Indonesia ke depan ini dapat menjadi pengungkit untuk mensejahterakan para petani atau masyarakat yang berkecimpung di kelapa,” tutur Suharso, Senin (30/9/2024). 

Salah satu industri yang terjun, yakni Kara yang dimiliki oleh Sambu Group. Melansir laman resminya, perkebunan kelapa milik Sambu Group sebagai pemegang brand Kara hanya mampu menyuplai kurang dari 10% dari total kebutuhan perusahaan.

Sementara lebih dari 90% dari kebutuhan kelapa Kara didapatkan dari perkebunan kelapa perorangan milik petani kelapa Indonesia.

Lebih lanjut, Suharso menyampaikan pihaknya terus memperbaiki bibit unggul kelapa untuk dapat menyalip Filipina. 

Pasalnya, dari total produksi 15,13 miliar butir pada 2023 memiliki berat sebesar 1,42 juta ton. Sementara Filipina dengan produksi 14,9 miliar butir memiliki berat mencapai 1,96 juta ton. Padahal, luas negara Filipina kurang dari satu per lima luas Indonesia. 

Valuasi terhadap kelapa kopra (daging kelapa yang dikeringkan) Indonesia juga rendah, yakni US$829 per ton, sementara Filipina mencapai US$1.035 per ton.  

“Cara memperlakukan kelapa kopra tidak bisa lagi secara konvensional. Di Filipina saya kira tidak lagi hanya dijemur begitu saja, tapi dia seperti diasap. Itu mungkin teknologi sederhana yang harus kita kenalkan,” jelasnya.

Padahal, Indonesia telah 10 tahun mengejar hilirisasi dengan mendorong pembentukan industri kelapa, namun nyatanya sepanjang Jokowi menjabat, hal tersebut tidak tercapai. 

“Kalau target itu sudah 10 tahun yang lalu, targetnya, Tapi tidak tercapai di RPJMN. Kita punya target itu kita akan tetap menjadi nomor 1 di dunia. Sekarang kita masih nomor 2. Masa kita kalah dengan Filipina yang luasnya kita lebih besar,” tegas Suharso. 

Untuk itu, Suharso berharap peta jalan ini diharapkan dapat memandu kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk memperkuat industri kelapa di pasar global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper