Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bukan Cukai, Ekonom Sarankan Ini Jika Pemerintah Ingin Konsumsi Rokok Turun

Pengenaan cukai hasil tembakau (CHT) dinilai tak efektif untuk menekan tingkat konsumsi rokok di kalangan masyarakat
Petani mengangkat tembakau yang telah dijemur di Desa Banyuresmi, Sukasari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6/2022). Bisnis/Rachman
Petani mengangkat tembakau yang telah dijemur di Desa Banyuresmi, Sukasari, Kabupaten Sumedang, Senin (20/6/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Pengenaan cukai hasil tembakau (CHT) dinilai tak efektif untuk menekan tingkat konsumsi rokok di kalangan masyarakat. Terlebih, fungsi CHT saat ini dinilai memiliki tujuan lain yaitu mendongkrak penerimaan negara.

Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan kebijakan cukai hanya memindahkan pos konsumsi rokok dari golongan I ke golongan II dan III yang dinilai lebih murah. 

"Pemerintah ini memang nggak ada niatnya untuk mengurangi konsumsi rokok. Jadi memang cukai itu sudah bergeser fungsinya. Cukai dijadikan salah satu sumber penerimaan," kata Piter kepada wartawan, dikutip Jumat (27/9/2024). 

Hal ini terlihat dari realisasi penerimaan CHT atau rokok sepanjang tahun ini hingga Agustus 2024 yang mencapai Rp132,8 triliun atau tumbuh 5% secara tahunan (year-on-year/yoy). Realisasi CHT mendominasi penerimaan cukai yang telah mencapai Rp138,4 triliun

Dalam hal ini, Piter menilai pemerintah belum menunjukkan upaya lain untuk menekan konsumsi rokok. Terlebih, kenaikan cukai rokok dalam beberapa tahun terakhir tak signifikan menurunkan pravelensi rokok yang masih tinggi. 

Merujuk pada data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tercatat bahwa perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.

Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan. Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3% (2016) menjadi 19,2% (2019). 

Sementara itu, data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10-14 tahun (18,4%).

"Pencegahan atau mengurangi konsumsi rokok itu bukan melalui cukai. Orang akan mengurangi konsumsi rokok ketika ruang merokoknya itu memang dibatasi," tuturnya. 

Dalam hal ini, dia menyebut peraturan daerah (Perda) yang dapat mengelola tata ruang untuk merokok di ruang publik. Untuk penerapannya pun dia menilai perlunya sanksi dan denda bagi yang melanggar. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper