Bisnis.com, JAKARTA - Laba perusahaan-perusahaan industri China turun pada laju paling tajam sejak April tahun lalu seiring dengan melemahnya sektor manufaktur akibat perlambatan ekonomi yang kini mendorong upaya stimulus luar biasa dari pemerintah.
Mengutip Bloomberg pada Jumat (27/9/2024), data dari Biro Statistik Nasional China (NBS) melaporkan, laba industri di perusahaan-perusahaan besar Negeri Panda turun 17,8% secara tahunan pada Agustus setelah naik 4,1% pada periode Juli.
Pertumbuhan pendapatan tumbuh 0,5% menjadi 4,65 triliun yuan dalam delapan bulan pertama dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Bloomberg Economics sebelumnya memperkirakan perlambatan menjadi 3,6% pada bulan lalu namun memperkirakan pertumbuhan akan tetap stabil pada periode Januari-Agustus dibandingkan tujuh bulan pertama tahun ini.
Adapun, data laba industri merupakan ukuran utama untuk mengukur kesehatan keuangan pabrik, pertambangan dan utilitas yang dapat mempengaruhi keputusan investasi mereka di bulan-bulan mendatang.
NBS mengatakan perlambatan pada Agustus disebabkan karena kurangnya permintaan pasar, dampak suhu tinggi dan banjir di beberapa daerah, serta tingginya dasar perbandingan. Perlambatan ini merupakan penurunan pertama dalam lima bulan terakhir.
Baca Juga
“Permintaan konsumen dalam negeri masih lemah, lingkungan eksternal yang kompleks dan mudah berubah, dan fondasi pemulihan keuntungan industri masih perlu terus dikonsolidasikan,” kata Yu Weining, ahli statistik NBS, dalam pernyataan resminya.
Angka terbaru ini terjadi di tengah peningkatan output industri yang lebih lambat dari perkiraan pada bulan lalu, yang memperpanjang pelemahan beruntun ke level terpanjang dalam hampir tiga tahun. Perlambatan ini menjadi lebih nyata pada musim pendapatan yang lemah dan tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan konsumsi dalam waktu dekat.
Margin keuntungan yang lebih tipis mencerminkan lemahnya perekonomian secara luas karena tidak adanya permintaan domestik yang lebih kuat. Menggarisbawahi hambatan terhadap pendapatan, harga produsen telah turun sejak akhir tahun 2022, meningkatkan kekhawatiran bahwa deflasi semakin mengakar di China.
Meningkatnya tanda-tanda tidak tercapainya target pertumbuhan ekonomi sebesar 5%, pemerintah China pun melakukan perubahan pada minggu ini dan meluncurkan paket stimulus jumbo untuk menghidupkan kembali pertumbuhan.
Para pemimpin negara tersebut juga memanfaatkan pertemuan bulanannya untuk menyerukan dukungan fiskal yang lebih kuat dan langkah-langkah lain yang menandakan semakin mendesaknya untuk menahan perlambatan.